Anggota DPR RI: Penyebaran Radikalisme  Lewat Medsos Makin Masif

Nasional2 Dilihat

JAKARTA – Kelompok penyebar radikalisme saat ini seolah paham jika media sosial (medsos) menjadi media paling efektif mempengaruhi para generasi muda.

Karena itu, generasi muda khusunya perlunya peningkatan kewaspadaan terhadap penyebaran paham radikal di medsos.

Demikian dikatakan Anggota Komisi I DPR RI, Taufiq R Abdullah, dalam webinar yang diikuti guru-guru yang ada dalam lingkup Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) dan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (1/8).

“Penyebaran radikalisme dilakukan sangat masif di media sosial dan pengaruhnya luar biasa, terutama bagi generasi muda,” ujarnya.

Baca Lagi: Gelar Pangeran Sentana untuk Kepala BNPT

Kalangan milenial terutama siswa SMP dan SMA, kata Taufiq,i sangat rentan untuk menerima pengaruh paham radikal, karena masa-masa ini adalah masa pencarian jati diri.

Oleh karena itu, peningkatan literasi digital sangat mendesak dilakukan, terlebih Indonesia menjadi salah satu negara dengan pengguna internet terbesar di dunia.

“Literasi digital, sosialisasi, dan kegiatan yang dilakukan untuk mengajak masyarakat agar bijak dalam bermedia sosial masih penting dan masih layak untuk terus disampaikan,” kata dia. 

“Apalagi saat ini kita tahu banyak kasus hukum akibat pelanggaran UU ITE. Mulai dari dugaan penyebaran hoaks, ujaran kebencian, hingga pinjaman online ilegal,” lanjutnya.

Di tengah perkembangan teknologi digital, tingkat ketergantungan masyarakat terhadap gawai atau telepon pintar semakin tinggi. Berbagai aktivitas formal seperti rapat, seminar, hingga belajar saat ini bisa dilakukan secara daring. Pun juga pemanfaatan waktu luang, mulai nonton film, konser musik, hingga berinteraksi sosial bisa dilakukan dengan sentuhan jari pada gawai.

Upaya meminimalkan potensi merugikan dari ketergantungan terhadap gawai ini perlu menjadi perhatian bersama. Menurutnya, tren laporan masyarakat ke kepolisian terkait UU ITE terus meningkat. 

Pada tahun 2018 ada laporan sebanyak 4.360, di tahun 2019 bertambah menjadi 4.586. Lalu di 2020 meningkat lagi menjadi 4.790 kasus. Bahkan baru-baru ini ada mantan pejabat yang terjerat kasus akibat postingan di media sosial.

“Maka kedewasaan dalam menggunakan medsos ini mutlak diperlukan. Pikirkan dahulu sebelum posting, apakah postingan kita fakta, apakah itu penting untuk disampaikan, apakah berpotensi melanggar hukum dan apakah postingan kita ini memberikan manfaat pada orang lain,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar