GARDANASIONAL, JAKARTA – Sejak 91 tahun lalu, para pemuda Indonesia telah berikrar dan bersumpah untuk menjadi satu yaitu Indonesia. Berawal dari momentum Sumpah Pemuda itulah, bangsa Indonesia kemudian bangkit dan bersatu melawan penjajah dan meraih kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Kini seiring perjalanan waktu, Bangsa Indonesia justru tengah diguncang berbagai gangguan berupa intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Karena itu peringatan Sumpah Pemuda, harus dijadikan momentum untuk membangkitkan kembali semangat ‘Satu Tumpah Darah, Satu Bangsa, dan Satu Bangsa’, tidak hanya untuk generasi muda, tetapi untuk seluruh bangsa.
“Saya pikir makna dan isi Sumpah Pemuda perlu direvitalisasi dalam semua perilaku kita, baik generasi muda maupun segenap warga negara di setiap langkah, perilaku, profesi, dan status sosial kita. Makna Sumpah Pemuda itu sangat efektif untuk melawan berbagai gangguan yang ingin memecah belah bangsa kita,” ujar Pakar Komunikasi Politik, Emrus Sihombing di Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Ia menyarankan, agar Sumpah Pemuda selalu digaungkan di setiap ada rapat atau kegiatan seperti lagu Indonesia Raya. Dengan membaca langsung Sumpah Pemuda, setiap Warga Negara Indonesia (WNI) akan lebih memaknai dan menghayati maknanya. Sehingga dapat memperkuat rasa persatuan dan kesatuan di dalam dada setiap warga negara.
“Dengan diucapkan dan dihayati, pasti isi Sumpah Pemuda itu akan melekat dan meresap dalam diri kita masing-masing,” imbuhnya.
Saat ini ada sekelompok kecil masyarakat yang tidak begitu memperhatikan makna mendalam Sumpah Pemuda dari sudut perilaku sosial. Seperti perilaku pengikut radikalisme. Dari sudut pandang komunikasi, bahkan ada yang ingin mempertajam perbedaan dalam tubuh bangsa Indonesia. Menganggap paling benar dan suci dari orang lain. Juga tak segan menghakimi orang lain yang tidak seiman dengannya.
“Saya menganggap perilaku radikalisme ini tempatnya bukan di Indonesia. Apalagi negara kita berdiri dengan merujuk pada Sumpah Pemuda, Pancasila, UUD 45, dan konstitusi kita yang lain,” katanya.
Oleh karena itu, Emrus menyarankan pemerintah menyosialisasikan kebangsaan kepada masyarakat dari desa sampai tingkat nasional. Seperti di setiap kegiatan atau dialog di desa. “Kita harus jemput bola untuk memperkuat kebangsaan dan nasionalisme. Apalagi gangguan intoleransi, radikalisme, dan terorisme sangat nyata di depan kita,” imbuhnya.
Menurutnya, Presiden Joko Widodo beberapa kali menekankan masalah pemberantasan radikalisme kepada para menterinya. Artinya, radikalisme masalah yang sangat serius dan menjadi ancaman keutuhan bangsa. Karena itu, seluruh elemen bangsa harus extra ordinary (luar biasa) melakukan upaya pemberantasan.
“Bila rasa nasionalisme dan penguatan makna Sumpah Pemuda tidak melekat, resikonya terlalu berat buat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tegasnya.
“Jangan kita seperti Uni Soviet atau Yugoslavia. Buat apa pembangunan kalau kemudian terjadi perpecahan,” sambungnya.
Ia tidak sependapat dengan klaim beberapa pihak yang mengatakan radikalisme dari satu kelompok kepercayaan tertentu. Menurutnya, radikalisme juga bisa berasal dari kelompok kepercayaan yang lain.
“Mari kita perkuat jiwa kebangsaan dan nasionalisme. Kita harus mengikis habis radikalisme dari Indonesia,”kata Emrus.
Ia berharap generasi muda aktif melawan radikalisme, terutama di internet dan media sosial (medsos). Pasalnya generasi muda menjadi salah satu sasaran utama penyebaran paham-paham negatif tersebut.