BANDAR LAMPUNG – Penyebaran radikalisme terus terjadi di Indonesia. Setelah sebelumnya 56 anak muda di Garut dibaiat Negara Islam Indonesia (NII), kini giliran 30 anak muda di Desa Sidodadi Asri, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan, juga terpapar ideologi NII.
Hal itu terungkap setelah Kepala Desa Sidodadi Asri, Didik Marhadi, melaporkan keterpaparan warganya kepada Direktur Pencegahan Badan Nasional Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, di sela-sela roadshow sosialisasi pencegahan terorisme di Provinsi Lampung, beberapa waktu lalu. Pelaporan itu diinisiasi oleh Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan.
“Saya apresiasi laporan dari Kades Sidodadi Asri ini. Terima kasih pak Kades,” ujar Nurwakhid di Jakarta, Minggu (17/10/2021).
“Ini menunjukkan perangkat desa yang peduli ke rakyatnya. Dia tidak takut, justru peduli untuk melaporkan karena masalah ini harus disampaikan untuk mencegah keterpaparan warga yang lebih meluas lagi sekaligus ‘menyembuhkan’ anak-anak yang terpapar,” Nurwakhid menambahkan.
Karena itu, ia meminta kepala-kepala desa yang lain untuk tidak takut dan melaporkan seperti yang telah dilakukan oleh Kades Sidodadi Asri. Apalagi diketahui, NII menjadi salah satu kelompok yang telah dilarang oleh pemerintah.
“Tapi belum ada regulasi yang melarang ideologi takfiri mereka. Sama juga dengan HTI yang sudah dibubarkan, tapi yang dibubarkan itu ormasnya dengan Undang-Undang (UU) Ormas No 16 Tahun 2017, tapi ideologinya tidak dilarang sehingga mereka masih massif menyebarkan indeologi khilafah,” kata dia.
Menurutnya, sejauh ini ideologi yang dilarang di Indonesia baru komunisme, marxisme, dan leninisme sesuai Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 dan turunannya UU Nomor 27 Tahun 1999. Sementara ideologi lain yang relevan mengancam ideologi Pancasila dan NKRI, belum ada larangannya seperti khilafahisme, daulahisme, liberalisme, kapitalisme, dan sekulerisme. Hal ini membuat aparat penegak hukum tidak pasti dalam bersikap.
“Misalnya kasus 56 anak muda di Garut dan 30 orang di Sidodadi Asri ini. Proses hukum tidak akan bisa, polisi paling memanggil untuk diishlahkan. Bagi perekrutnya juga tidak bisa dilakukan proses hukum ini jadi permasalahan kita bersama,” katanya.
Terkait UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Nurwakhid menilai keberadaan UU itu sudah bagus, tapi belum maksimal. Bagusnya bagi mereka yang sudah masuk jaringan teror kemudian berpotensi akan melakukan aksi teror, dan perbuatannya masuk tindak pidana teror, maka dilakukan penangkapan dengan strategi preventive justice, ditangkap dan ditindak sebelum melakukan aksi.
Sejak UU Nomor 5 Tahun 2018 diberlakukan, sampai detik ini Densus 88 sebagai eksekutor dibawah koordinasi BNPT berhasil mencegah lebih dari 1350 upaya aksi terorisme. Karenanya, Undang-undang tersebut diklaim terbukti mampu mereduksi tingkat keterpaparan masyarakat dari radikalisme yang berada di puncaknya pada tahun 2017 dimana dengan skala 0-100 persen, berada di angka 55 persen.
“Dengan diberlakukan UU Nomor 5 Tahun 2018, tahun 2019 turun diangka 38 persen, tahun 2020 turun lagi jadi 12,2 persen dari penduduk Indonesia 270 juta. Harapan kami 12,2 persen itu kalau nanti negara melarang ideologi yang melarang semua ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, khususnya khilafah. Itu akan meminimalisir radikailsme,” katanya.
Nurwakhid memastikan, BNPT akan menindaklanjuti temuan-temuan keterpaparan masyarakat dari radikalisme, khususnya NII di Garut dan Lampung Selatan, dengan melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait. Disamping juga akan terus melakukan sosialisasi ke masyarakat, bahkan sampai ke tingkat desa.
Sementara itu, Kades Sidodadi Asri, Didik Marhadi, mengatakan valid indikasi keterpaparan warganya dari orang yang pernah terpapar NII. Bersama perangkat desa langsung berkoordinasi dengan mengawasi anak-anak muda yang terpapar. Bahkan sudah ada juga yang akhirnya sadar dan keluar dari NII.
“Yang sudah terdeteksi 30 orang, tapi sepertinya lebih banyak lagi. Sehingga kami butuh bantuan dari lembaga terkait, seperti BNPT dan pemerintah daerah untuk mengatasi masalah ini,” kata Didik.
Selain BNPT, aparat, dan pemerintah daerah, pihaknya juga minta bantuan NII Crisis Center. Pasalnya, anak-anak yang terpapar itu masih di masyarakat dan tingkah lakunya masih normal.
Diketahui, sebelum menerima pengaduan dan memberikan penghargaan kepada Kades Sidodadi Asri, Direktur Pencegahan BNPT selama dua hari melakukan roadshow pencegahan radikalisme dan terorisme ke akar rumput di Lampung Timur, Kota Metro, dan Lampung Tengah.