JAKARTA – Program deradikalisasi tidak akan berhasil bila hanya mengandalkan satu pihak. Tapi deradikalisasi butuh kerjasama solid dan berkesinambungan antara para pelaksanan program deradikalisasi yaitu Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Detasemen 88 Antiteror Mabes Polri.
Pasalnya, deradikalisasi dilakukan terhadap sasaran saat setelah penangkapan, proses hukum, pembinaan di dalam lapas, sampai kemudian bebas dan kembali ke masyarakat.
Hal itulah yang mendasari Direktorat Deradikalisasi BNPT bersama Densus 88 melalui Direktorat Identifikasi Sosial (Idensos) dan Direktorat Pencegahan melakukan pertemuan dalam rangka audiensi dengan Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kemenkum HAM di kantor Ditjen Pas, Jakarta, Senin (6/3/2023).
“Pertemuan adalah bagian penguatan koordinasi dan kerjasama agar bisa bergerak solid bersama agar program deradikalisasi berjalan secara optimal,” ujar Direktur Deradikalisasi BNPT, Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, di Jakarta, Senin (6/3/2023).
Nurwakhid mengatakan, pertemuan ini adalah ajang silaturahmi tiga pihak yaitu BNPT, Densus 88 dan Ditjen PAS dalam membangun soliditas, menyamakan persepsi dan paradigma tentang terorisme dan juga bekerjasama untuk program kerja kedepan yang lebih sinergis dan harmonis dalam upaya penanggulangan terorisme di Indonesia.
“Tujuan kami disini untuk mengevaluasi hambatan dan tantangan yang bisa diselesaikan bersama-sama, harus kompak dan solid, agar tidak diadu domba oleh pihak-pihak lain,” kata dia.
Sementara itu, Dirjen Pemasyarakatan, Irjen. Pol. Reynhard SP Silitonga, menyampaikan apresiasi dan rasa bangga atas kehadiran BNPT dan Densus 88.
“Tugas kami bukanlah pemenjaraan, tetapi pembinaan, maka para klien kami berikan pembinaan kemandirian dan juga pembinaan kepribadian. Namun, pembinaan-pembinaan tersebut tidak dapat dilakukan oleh petugas Lapas saja, maka dibutuhkan adanya kerjasama dengan BNPT dan Densus 88,” ujarnya.
Melalui audiensi ini, ia berharap, soliditas tiga pihak akan terus terjaga dalam upaya penanggulangan terorisme di Indonesia, “Ketika negara bicara tentang terorisme, berbicara tentang deradikalisasi, NKRI, Pancasila, maka kita harus menjadi satu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada,” imbuh Reynhard.
Hal serupa diutarakan Direktur Idensos Densus 88 AT Polri, Brigjen Pol. Arif Makhfudiharto, mengatakan penanganan narapidana terorisme tidak hanya dilakukan ketika di dalam Lapas saja, tetapi juga saat masih berada di dalam Rutan.
“Harapan kami kerjasama ini bisa lebih optimal, dan kami mengharapkan dukungan dalam capacity building untuk menambah kemampuan dan pengetahuan tentang pembinaan napiter dalam Rutan maupun Lapas,” kata Arif.
Sedangkan Direktur Pencegahan Densus 88 AT, Brigjen Pol. Ami Prindani berharap, komunikasi antara Densus 88 AT Polri dengan BNPT dan Ditjen Pemasyarakatan akan terus berlanjut. Pasalnya, penanganan terhadap napiter tidak hanya dilakukan di dalam lapas saja tetapi juga penanganan terhadap keluarganya yang masih diluar.