“NII merupakan induk dari semua jaringan teror di Indonesia. Pada tahun 1993, NII mengikuti perkembangan geopolitik global hingga akhirnya pecah menjadi JAT, JAD, dan sebagainya”
Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid
JAKARTA – Negara Islam Indonesia (NII) merupakan gerakan yang patut diwaspadai. Sebab NII adalah induk dari jaringan teror yang memiliki tujuan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi atau sistem agama menurut mereka.
Demikian dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI, Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid, di Jakarta, Rabu (20/4).
“NII merupakan induk dari semua jaringan teror di Indonesia. Pada tahun 1993, NII mengikuti perkembangan geopolitik global hingga akhirnya pecah menjadi JAT, JAD, dan sebagainya,” ujarnya.
Penangkapan 16 anggota NII dengan agenda ingin mengulingkan pemerintah sebelum 2024, menjadi langkah tepat yang diambil Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-teror Mabes Polri.
Langkah tersebut, kata Nurwakhid, sebagai preventive justice dan antisipasi dini. Sebab penanggulangan terorisme sesuai amanat Undang-Undang No 5 tahun 2018 harus secara holistic, komprehensif dari hulu sampai hilir.
Dimana hilirnya adalah proses hukum atau law enforcement, sementara hulunya adalah pencegahan yaitu preventive justice dengan menangkap dan menindak.
Baca Lagi: Cegah Radikal-Intoleransi, BNPT Gandeng Universitas Islam As-Syafi’iyah
“Justru ini sebagai upaya antisipasi semenjak dini. Sesuai amanat UU No. 5 tahun 2018 harus secara holistic, komprehensif dari hulu sampai hilir,” kata dia.
Meski anggota maupun pengikut NII masih minoritas, namun ia menganggap eksistensi kelompok itu merupakan ancaman serius.
Hal itu terkait dengan agenda utamanya mengambil alih kekuasaan, untuk mengganti ideologi negara dengan sistem agama yang mereka percayai benar melalui berbagai skenario dan strategi.
Strategi NII
Strategi yang mereka lakukan, lanjut Nurwakhid, selain taqiyah (menyembunyikan jati diri), ada juga tamkin yaitu mempengaruhi semua lini dan menciptakan konflik untuk membuat chaos, untuk mengakselerasi agendanya, seperti kasus Poso dan Ambon.
Nurwakhid menjelaskan, mengutip dari keterangan putra pendiri DI/TII, Sarjono Kartoesuwiryo saat menyatakan ikrar setia kepada NKRI tahun 2019 di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan HAM bahwa anggota NII saat ini, menurut data resmi masih ada sekitar 2 juta, belum termasuk simpatisan yang belum terdata.
Ia juga menepis keraguan masyarakat akan eksistensi NII yang memiliki agenda menggulingkan pemerintahan yang justru dianggap sebagai sikap berlebihan aparat dalam menetapkan kelompok NII tersebut sebagai gerakan terror.
“Jadi siapapun mereka, apakah itu JAD, JI, NII kalau unsur-unsur tindak pidana terornya sudah mencukupi, maka kita langsung akan segera melakukan penindakan,” kata dia.
“Selanjutnya diproses hukum dan di deradikalisasi untuk menyadarkan mereka kembali kepada NKRI,” lanjut dia.
Nurwakhid juga mendorong pembentukan regulasi untuk melarang ideologi yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dan NKRI.
Regulasi tersebut bertujuan agar kedepannya aparat maupun stakeholder terkait dapat langsung mengambil langkah tegas demi memutus ideologi anti-Pancasila dan anti-NKRI
Ia berharap, masyarakat Indonesia dapat memaknai peristiwa penangkapan anggota NII yang mengancam kedaulatan negara sebagai kewaspadaan nasional.
Disamping itu juga, masyarakat ikut serta dalam mendukung upaya pemerintah dan stakeholder terkait.
“Sekali lagi, ini harus menjadi kewaspadaan nasional, dan upaya yang dilakukan Densus 88 Polri, BNPT dan stakeholder lainnya harus kita dukung,” kata dia.