JAKARTA – Para kandidat calon presiden untuk Pilpres 2024 dinilai harus mempunyai komitmen menjaga NKRI dan merawat kebhinekaan. Hal ini penting, agar tidak ada kandidat yang menggunakan politik identitas atau politisasi agama serta memanfaatkan kelompok radikal-intoleran semata, demi mendapat keuntungan elektoral.
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid, mengatakan gerakan radikalisme-terorisme dominan dipicu oleh politik identitas berdasarkan agama.
“Untuk menghadapi Pemilu 2024, maka yang radikalisme, terorisme ini, faktor dominan yang memicu adalah politisasi agama atau politik identitas,” ujarnya di acara diskusi Garda Nasionalis bertajuk ‘Menghadapi Pertarungan Ideologi di Pemilu 2024’ di Museum Nasional, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta, Sabtu (19/11/2022).
Nurwakhid menilai potensi kelompok radikal terorisme memanfaatkan momentum Pemilu selalu ada. Salah satu cara mudah bagi mereka untuk masuk di arena pemilu, melalui politisasi agama atau politik identitas.
“Potensi selalu ada, kita hanya menjaga, meminimalisir supaya potensi-potensi tidak berkembang. Kita sudah membuktikan bahwa potensi ancaman terorisme, radikalisme saat ini kan bisa kita eliminir sehingga kemarin penyelenggaraan G20 bisa berjalan aman, lancar, dan sukses,” katanya.
Pihaknya akan melakukan berbagai langkah dan upaya untuk mencegah politik identitas dan masuknya ideologi transnasional dalam pesta demokrasi. Upaya tersebut dilakukan sesuai tugas dan fungsi BNPT, yakni merumuskan kebijakan, mengimplementasikannya serta mengkoordinirnya.
Ia menjelaskan, radikalisme dan terorisme merupakan musuh bersama seluruh umat manusia, bangsa dan agama. Karena itu, upaya pemberantasan terorisme dan radikalisme menjadi tanggung jawab bersama, tidak bisa dibebankan kepada pemerintah saja.
“Dibutuhkan peran aktif dan produktif dari seluruh elemen masyarakat, bangsa dan negara untuk menjadi influencer bagi perdamaian, menjalin toleransi, persatuan, cinta tanah air dan bangsa, menghormati dan mengamalkan ideologi Pancasila, menghayati kebhinekaan dan NKRI,” kata dia.
Sebelumnya, Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafli Amar, mengingatkan semua pihak khususnya partai politik agar tidak menggunakan ideologi kebencian dan intoleran demi meraup keuntungan elektoral atau suara menyosong Pemilu Serentak 2024.
Menurut Boy, ideologi tersebut bukanlah kepribadian bangsa Indonesia dan berpotensi merusak keutuhan NKRI. Bahkan kualitas demokrasi dan pemilu akan bagus jika semua pihak menghargai satu sama lain.
Apalagi, kata dia, pilihan politik merupakan hak masing-masing warga negara dan tidak dipaksakan dengan menggunakan ideologi kebencian atau intoleran.
“Yang terpenting kita menjaga, jangan sampai menggunakan ideologi kebencian, ideologi intoleran, yang karakternya itu mirip dengan karakter dari ideologi terorisme, mirip yah. Walaupun tidak semua orang intoleran itu teroris, tetapi sedapat mungkin intoleran itu bukanlah sebuah kepribadian bangsa Indonesia,” ujarnya.
Boy tidak memungkiri jika ideologi kebencian dan intoleran bisa masuk dan merasuki semua pihak. Karena itu, semua elemen bangsa termasuk parpol tidak memberikan ruang bagi berkembangnya ideologi kebencian tersebut.