JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI mengajak Kementerian/Lembaga (K/L) terkait, untuk menyamakan persepsi dan menyatukan langkah dalam merespon putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 103/PUU-XXI/2023.
Putusan tersebut tentang permohonan pengujian Pasal 43L Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 yang mengubah batas waktu pengajuan permohonan korban terorisme menjadi 10 tahun sejak diundangkannya.
“Kita tunjukkan adanya langkah nyata dalam upaya sinergisitas kelembagaan, menyamakan persepsi dan menyatukan langkah dalam rangka memperhatikan keberadaan korban tindak pidana terorisme,” ujar Direktur Perlindungan BNPT, Brigjen Pol Imam Margono, pada Rapat Koordinasi BNPT dengan Kementerian/Lembaga Terkait Identifikasi Korban Tindak Pidana Terorisme di Jakarta, Rabu (25/9/2024).
Imam Margono menjelaskan, BNPT RI dan seluruh K/L terkait harus dapat memaksimalkan waktu yang diberikan, sehingga dapat lebih responsif dan proaktif dalam menangani korban terorisme.
Dihadapan para perwakilan K/L yang hadir seperti dari LPSK, Polri, Kemenlu, Kemendagri dan Kemenkes, Imam Margono juga membeberkan tantangan terkait rekam medis korban yang sudah dimusnahkan oleh Rumah Sakit serta adanya kendala akses informasi.
“Tentunya terdapat tantangan seperti data korban, akses informasi, kondisi geografis, kendala pemohon dan syarat formil permohonan kompensasi. Untuk itu perlunya pembahasan terkait pertukaran data dan informasi serta koordinasi dengan negara asal kalau terkait korban terorisme yang merupakan WNA,” katanya.
Dari data yang dihimpun per September 2024, terdapat kurang lebih 1157 Korban Tindak Pidana Terorisme Masa Lalu dimana yang belum teridentifikasi sebanyak 492 korban.