BANJARMASIN – Mereka yang terpapar ideologi radikalisme selama ini justru tidak memahami radikalisme, sehingga tanpa disadari telah menjadi bagian dari embrio kelompok terorisme.
Hal itu dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT), Prof Irfan Idris, saat menjadi pemateri acara bertajuk “Kenduri Desa Damai” yang digelar BNPT bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Selatan di kawasan Handil Bakti, Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, Rabu (3/5/2023).
“Jadi masyarakat sejatinya harus memahami betul kejahatan ini agar tidak mudah terpapar,” ujarnya.
Ia menjelaskan, simbol-simbol dan bahasa agama kerap digunakan kelompok radikal untuk menarik simpati orang. Misalnya disebut acara pengajian dan sebagainya, namun ternyata di dalamnya penanaman kebencian dan penyebaran permusuhan.
“Bagi mereka yang tidak mengenali dan memahami, maka mudah sekali terprovokasi atas nama agama,” kata dia.
Ironisnya, banyak yang disebut orang tanpa gejala (OTG) karena tidak menyadari telah terpapar, padahal menolak Pancasila, suka mengkafirkan orang lain, intoleran hingga semua yang ditetapkan pemerintah dianggap salah karena tidak menerapkan syariat Islam.
Apalagi penyebaran paham radikal sudah dilakukan segala cara, mulai dari pintu ke pintu hingga memanfaatkan teknologi internet melalui media sosial.
Adapun tiga upaya yang dilakukan kelompok terorisme yaitu perekrutan, pendanaan dan pelatihan.
BNPT RI Bersama FKPT Terus Lakukan Pencegahan Terorisme di Daerah
Oleh karena itu, fokus BNPT bersama FKPT sebagai mitra strategis dalam melaksanakan tugas koordinasi pencegahan terorisme di daerah salah satunya menangkal perekrutan lewat edukasi pencegahan secara masif ke semua lini masyarakat.
Ia menegaskan, terorisme merupakan kejahatan luar biasa yang harus dihadapi secara bersama.
“Ini kejahatan kemanusiaan karena dirinya saja dia bunuh apalagi orang, kemudian kejahatan lintas negara karena ingin menerapkan sistem politik trans nasional yaitu khilafah,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua FKPT Kalsel, Aliansyah Mahadi, mengatakan Kenduri Desa Damai mengedepankan kearifan lokal masyarakat untuk mampu melakukan pencegahan masuk dan menyebarnya paham radikal mulai di lingkungan terkecil.
“Jadi misalnya secara rutin masyarakat menggelar makan bersama sambil berbagi informasi terkait dinamika di lingkungannya khususnya yang mengarah pada potensi adanya paham radikal,” ujarnya.
Aliansyah menambahkan, indeks potensi radikal (IPR) Kalsel saat ini di atas rata-rata nasional yang berada di angka 10.2.
Oleh karena itu, dirinya mendorong sistem peringatan dini harus dikuatkan seperti diaktifkannya lagi Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling) sebagai wadah komunikasi warga.
Sekadar diketahui, Kenduri (Kenali dan Peduli Lingkungan Sendiri) Desa Damai sebagai upaya pelibatan masyarakat dalam pencegahan radikalisme dan terorisme.
Sebanyak 90 orang hadir dari berbagai elemen masyarakat, aparatur desa hingga akademisi melakukan diskusi untuk saling bertukar informasi.