Bukan Radikalisme, Tapi Kemiskinan yang Dihadapi Indonesia

Nasional9 Dilihat

JAKARTA – Pesoalan Indonesia saat ini bukan pada penyebaran radikalisme seperti yang digaungkan pemerintah, melainkan ketimpangan ekonomi yang terjadi di masyarakat.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengatakan permasalahan Indonesia bukan radikalisme. Akan tetapi ketidakadilan ekonomi yang dirasakan penduduk Indonesia, dimana angka kemiskinan dan pengangguran masih signifikan.

“Tidak jauh dari Ibu Kota Negara ini (Jakarta), yaitu di Provinsi Banten. Penganggurannya paling tinggi. Pastinya kemiskinan demikian juga,” ujarnya di Jakarta, Minggu (30/12/2019).

Oleh karena itu, lanjut Siti, ke depan yang harus dipikirkan pemerintah adalah bagaimana mengentaskan kemiskinan. Sebaliknya, konsep politisasi radikalisme dan politik identitas harus dihilangkan agar arah permasalahan yang sebenarnya tidak menjadi kabur.

“Kita tidak mau dibawa ke alam politisasi radikalisme dan politik identitas. Sebab pemilu sudah usai dan pak Joko Widodo (Jokowi) sudah mengatakan itu,” katanya.

“Pada intinya, kita mengalami ketimpangan sosial ekonomi yang sangat serius. Permasalahan di Indonesia bukan radikalisme,” Siti melanjutkan.

Stagnasi, kata Siti, bakal terus terjadi apabila tidak ada perubahan yang fundamental, dimana pemerintah melakukan terobosan-terobosan yang luar biasa.

“Ke depan akan suram, kita harus mengatakan itu terutama kalau berkaitan dengan politik,” kata dia.

Pengentasan kemiskinan, tegas Siti, mau tidak mau, harus terus dilakukan demi memenuhi rasa keadilan masyarakat. “Memang mau tidak mau pilihan kita adalah bagaimana memberantas kemiskinan yang artinya juga menegakkan keadilan untuk sebagian masyarakat yang belum mengenyam keadilan itu,” ujar dia.

“Sebetulnya dalam teori demokrasi semakin demokratis, konflik atau kekerasan menjadi cair, menjadi terselesaikan. Bukan seperti sekarang. Katanya demokrasi tapi konflik,” Siti melanjutkan.

Ia menambahkan, beberapa waktu lalu Presiden menyebut bakal berfokus pada peningkatan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan investasi ke depan. Namun, politisasi radikalisme dan politik identitas tak lagi relevan digunakan untuk mencapai fokus pemerintah di bidang SDM dan investasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *