Calon Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, Dikecam Karena Ketidaktahuan tentang ASEAN

Internasional647 Dilihat

JAKARTA – Calon Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Pete Hegseth, mencuat sebagai tokoh kontroversial setelah menjalani sidang konfirmasi di Komite Angkatan Bersenjata Senat pada 14 Januari 2025.

Dikenal sebagai pendukung setia Donald Trump, Hegseth dikritik tajam karena kurangnya pemahaman tentang Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), sebuah organisasi penting yang mencakup 10 negara Asia Tenggara, di antaranya Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

Selama sidang, Senator Demokrat, Tammy Duckworth, menantang Hegseth untuk menjelaskan pentingnya salah satu negara anggota ASEAN dan perjanjian yang dimiliki AS dengan negara tersebut.

Baca Juga: Kesepakatan Gencatan Senjata Antara Israel dan Hamas: Harapan Baru untuk Perdamaian di Gaza

Meskipun Hegseth berusaha menjelaskan relasi AS dengan sekutu seperti Korea Selatan dan Jepang, Duckworth dengan tegas menanggapi tidak satu pun dari negara-negara tersebut merupakan anggota ASEAN.

“Saya sarankan Anda mengerjakan sedikit pekerjaan rumah sebelum mempersiapkan diri untuk jenis negosiasi ini,” ujarnya dikutip pada laman metrotvnews.com, Kamis (16/1/2025).

Konteks Relasi AS dan ASEAN

Relasi AS dengan ASEAN menjadi semakin penting dalam konteks geopolitik saat ini. ASEAN, yang berfungsi sebagai platform kerjasama regional, memiliki kemitraan strategis dengan AS, termasuk perjanjian pertahanan dengan Filipina dan Thailand, serta kerjasama keamanan dengan Singapura.

Dalam situasi yang berubah cepat di Indo-Pasifik, pemahaman mendalam tentang ASEAN menjadi kunci bagi calon menteri pertahanan untuk dapat berperan efektif dalam merumuskan kebijakan luar negeri dan pertahanan yang relevan dan berkelanjutan.

Mantan anggota DPR dari Partai Demokrat, Debbie Mucarsel-Powell, juga mengkritik Hegseth dengan menyatakan: “Hegseth tidak dapat menyebutkan satu pun negara yang menjadi bagian dari ASEAN dan dia tidak mengetahui satu pun perjanjian keamanan internasional AS. Jika Anda menginginkan perdamaian dan keamanan, ini bukan tempatnya!” Kritikan ini mencerminkan gelombang ketidakpuasan yang muncul terhadap kemampuan Hegseth untuk memimpin dalam bidang yang sangat strategis.

Hegseth yang sebelumnya dikenal sebagai pembawa acara Fox News, juga memiliki catatan kontroversial yang membuatnya menjadi sorotan. Keterlibatannya dalam isu-isu keberagaman, kesetaraan, dan inklusi di militer mendatangkan kekhawatiran.

Ia telah mempertanyakan legitimasi jabatan Menteri Pertahanan Lloyd Austin, yang merupakan pejabat berkulit hitam, serta mengekspresikan pandangan negatif terhadap peran perempuan dalam militer.

Ketika dihadapkan dengan tuduhan di masa lalu, termasuk tuduhan penyerangan seksual dan penyalahgunaan alkohol, Hegseth membantah semua dugaan tersebut.

Di depan Senator Roger Wicker, Hegseth menyebut adanya “kampanye fitnah terkoordinasi” terhadapnya, sambil mengakui bahwa meskipun tidak sempurna, dia berusaha untuk mendapatkan penebusan.

Kontroversi yang Berlanjut

Meskipun Hegseth hanya mendapat tiga penolakan dari Partai Republik untuk dikukuhkan sebagai kepala pertahanan, dukungan dari Senat Republik tampaknya tetap mengalir.

Dalam konteks yang penuh ketegangan ini, gagasan tentang pemerintahan Trump yang berpedoman pada pembangunan kembali arsitektur pertahanan dan diplomasi di kawasan Indo-Pasifik menjadi sorotan.

Kritik yang dialamatkan kepada Hegseth bukan hanya sekadar perhatian, tetapi merupakan refleksi dari harapan bagi kebijakan luar negeri AS yang lebih inklusif dan berbasis data.

Di tengah ketegangan geopolitik, pemahaman yang kuat tentang mitra-mitra di Asia Tenggara seperti yang terkandung dalam ASEAN sangatlah penting.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *