BOGOR – Aksi radikalisme dan terorisme adalah musuh agama dan negara, karena tindakan radikal terorisme bertentangan dengan prinsip dan nilai agama yang universal dan luhur. Malah penganut radikalisme dan terorisme telah memecah belah umat beragama dan memunculkan Islamofobia.
Demikian dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid, menanggapi cuitan seorang politisi yang meminta Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri dibubarkan karena menggunakan narasi Islamofobia dalam pemberantasan terorisme, di Bogor, Jumat (8/10/2021).
Dianggap musuh negara, karena tindakan dan perbuatan maupun ideologi kelompok radikal terorisme bertentangan dengan janji konstitusi yang sudah menjadi kesepakatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Mereka bertentangan dengan konsensus nasional, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 45,” kata dia.
Oleh karena itu, dirinya yakni mayoritas masyarakat Indonesia terutama umat Islam moderat selalu mendukung Densus 88 Anti Teror dan BNPT, TNI, Polri dan perangkatnya dalam membantu menanggulangi radikalisme dan terorisme.
“Kami yakin, lebih 87,8 persen masyarakat Indonesia khususnya seluruh muslim moderat mendukung Densus 88 Anti Teror dan BNPT, TNI, Polri dan semua perangkatnya dalam penanggulangan radikalisme dan terorisme. Kalaupun ada tokoh, oknum pejabat publik maupun politisi menuduh hal tersebut maka tidak berdasar dan tidak realistis,” ujar dia.
Menurutnya, akar masalah radikalisme dan terorisme adalah ideologi keagamaan yang menyimpang atau pemahaman yang terdistorsi. Selain itu, salah satu faktor pemicu munculnya niat atau motif radikalisme adalah politisasi agama atau menggunakan doktrin agama yang dipolitisir untuk kepentingan politik.
“Yang jelas saya tidak sepakat kalau ada yang mengatakan adanya upaya Islamofobia di Indonesia,” katanya.
Pemerintah telah berjuang keras melawan Islamofobia, seperti halnya ketika negara menetapkan separatis KKB sebagai kelompok teroris. Bahkan demokrasi Indonesia mengedepankan supremasi hukum, sehingga penetapan separatis KKB sebagai teroris sudah sesuai unsur tindak pidana terorisme sebagaimana UU Nomor 5 Tahun 2018.
Nurwakhid menjelaskan, terorisme oleh Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa dan kejahatan kemanusian. Dimana ketika Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua terlabeli terorisme, maka menjadikan kelompok tersebut sebagai musuh bersama. Dengan demikian, akan meminimalisir atau mencegah pihak-pihak asing ikut campur atau intervensi urusan dalam negeri Indonesia tersebut.
“Itu menunjukan kepedulian negara untuk menghilangkan stigma negatif bahwa seolah-olah terorisme hanya diidentikan dengan agama Islam saja. Perlu diingat, mayoritas agama kelompok teroris separatis KKB tersebut adalah non-muslim, bukan Islam,” katanya.
“Dengan alasan itu maka pernyataan bahwa adanya upaya menyebarluaskan Islamofobia di Indonesia adalah fitnah dan tidak mendasar,” Nurwakhid menambahkan.