JAKARTA – Tanpa henti, Cina terus mengklaim jika Laut Natuna Utara merupakan bagian dari wilayah perairan tradisionalnya, sebagaimana ditentukan dalam batas sembilan garis putus-putus (nine dash line). Bahkan pemerintah Cina baru-baru ini, meminta Indonesia menghentikan kegiatan pengeboran minyak lepas pantai di Laut Natuna Utara.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua MPR, Syariefuddin Hasan, meminta pemerintah mengerahkan kekuatan militer penuh dalam menjaga kedaulatan Indonesia di wilayah perbatasan Laut Natuna Utara, dari ancaman pelanggaran batas wilayah dari negara lain, khususnya Cina.
“Tidak ada langkah lain kecuali mempersiapkan kekuatan militer secara penuh untuk menolak semua klaim Cina. Indonesia harus tegas dan nyata bersiap-siap,” ujarnya di Jakarta, Minggu (5/12/2021).
Sikap Tiongkok terhadap Laut Natuna Utara, kata Hasan, tidak akan berubah. Bahkan hal tersebut bisa semakin agresif. Oleh karena itu, Indonesia harus tegas menolak semua klaim tersebut.
“Kita tidak boleh berdiam diri atas sikap agresif Cina yang kian terlihat,” kata dia.
Menurut dia, apa yang diklaim Cina atas Laut Natuna Utara adalah sesuatu yang imajinatif dan tidak berdasar. Karena itu, bila tak segera ditindaki, dikhawatirkan berbahaya, karena klaim itu dapat melebar dan menyasar ke wilayah perairan laut Indonesia lainnya.
Ia menambahkan, pemerintah tak perlu takut menolak klaim Cina, meskipun negara tersebut adalah salah satu mitra dagang terbesar. Sebab posisi Indonesia sangat penting dan strategis bagi Tiongkok, terutama pasokan bahan baku dan komoditas.
“Benar bahwa Cina adalah salah satu mitra dagang terbesar Indonesia, tetapi jangan lupa posisi Indonesia sangat penting dan strategis bagi Cina,” katanya.
Pemerintah, lanjut Hasan, tidak hanya menempuh jalur diplomatik, karena Cina kerap tidak konsisten terhadap pernyataan-pernyataanya soal Laut Natuna Utara.
Oleh sebab itu, dalam menghadapi kemungkinan terburuk, yang harus disiapkan adalah pengerahan militer dengan melibatkan komponen pertahanan lainnya seperti Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Polisi Air.
Sekadar diketahui, Indonesia tunduk pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS1982) yang menetapkan ujung selatan Laut China Selatan, merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Pemerintah Indonesia pada 2017 menamakan perairan itu Laut Natuna Utara.