JAKARTA – Langkah Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mencopot jabatan tiga jenderal anak buahnya, menuai pujian dari sejumlah pihak dan sebagian masyarakat. Hal itu karena diduga membantu keluar masuknya buronan kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra ke Indonesia.
Pakar komunikasi politik, Emrus Sihombing, mengatakan selain ketegasan Polri dalam rangka mengungkap kasus yang melibatkan jajarannya, juga menunjukan bahwa Kepolisian terus berbenah dalam upaya menciptakan penegakan hukum yang adil dan trasnparan.
“Ini menunjukan penegakan hukum yang dilakukan oleh institusi Kepolisian tidak hanya tajam ke bawah (anak buah), melainkan juga tajam ke semua arah. Jenderal pun (kalau dianggap bersalah) dicopot. Artinya tidak pandang bulu,” ujarnya di Jakarta, Senin (20/7/20).
Pengamat Hukum, Politik dan Keamanan, Rr Dewinta Pringgodani, menambahkan tindakan tegas Kapolri tampak bukan hanya karena cuma mencopot perwira tinggi Polri dari jabatannya. Namun juga menghadapkan mereka ke pemeriksaan internal kepolisian.
“Tindakan tegas perlu dilakukan Kapolri untuk mengangkat citra Polri yang tercoreng akibat kasus yang memalukan ini,” katanya.
“Kapolri mencopot jabatan mereka untuk memudahkan pemeriksaan internal kepolisian. Kita acungi jempol untuk Pak Idham,” Dewinta melajutkan.
Kapolri mencopot Kepala Biro Koordinasi dan pengawasan PPNS Bareskrim, Brigjen Polisi Prasetijo Utomo dari jabatannya setelah terbukti menandatangani surat jalan untuk Djoko melintas dari Jakarta ke Pontianak Juni lalu.
Pencopotan itu berdasarkan surat telegram Kapolri bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal 15 Juli 2020.
Dari sejumlah fakta terungkap, Prasetijo sempat berkomunikasi langsung dengan Djoko Tjandra tanpa melalui perantara. Bahkan diduga membantu Djoko Tjandra membuat surat keterangan bebas Covid-19 sehingga berpergian.
Kapolri pun mencopot dua perwira tinggi lain di Korps Bhayangkara karena terlibat dalam sengkarut penghapusan red notice atas nama buronan itu dari data Interpol sejak 2014 lalu.
Keduanya adalah Kepala Divisi Hubungan Internasional, Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte, dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Nugroho Slamet Wibowo.
Pencopotan dua perwira tinggi itu tertuang dalam surat telegram (STR) nomor ST/2076/VII/KEP/2020 yang ditandatangani oleh Asisten Sumber Daya Manusia (SDM) Polri, Irjen Pol Sutrisno Yudi Hermawan atas nama Kapolri tertanggal 17 Juli 2020.
Nugroho dalam jabatannya sempat bersurat ke Dirjen Imigrasi pada 5 Mei 2020 lalu untuk memberikan informasi terkait terhapusnya data atau red notice Djoko Tjandra di Interpol.
Hal itu kemudian merembet juga pada Napoleon yang merupakan pimpinan dari Nugroho di Divisi Hubungan Internasional Polri.
Dalam surat telegram itu, Napoleon dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama Inspektorat Pengawasan Umum Polri. Kemudian digantikan Wakil Kapolda NTT, Brigjen Johanis Asadoma.
Sementara Nugroho dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama bidang Jianbang Lemdiklat Polri. Lalu digantikan oleh Brigjen Amur Chandra Juli Buana yang sebelumnya menjabat Kadiklatsusjatrans Lemdiklat Polri.