KLATEN – Paham intoleran, radikalisme, dan terorisme saat ini sudah masuk ke ranah pendidikan, tak terkecuali pondok pesantren (ponpes).
Demikian dikatakan Kepala Unit (Kanit) 2 Subdirektorat Kontra Radikal Bidang Pencegahan Dit Cegah Densus 88, AKBP Goentoro Wisnoe Tjahjono, saat kegiatan sosialisasi Wawasan Kebangsaan Akademi Alquran FKAM di Yayasan Akademi Alquran (AAQ) FKAM, Kabupaten Klaten, Senin (25/9/2023).
Ia mengatakan, perlu menjadi kewaspadaan bersama, sebab gerakan teror bisa memecah belah umat beragama dan bangsa Indonesia.
“Tim Densus 88 Antiteror Polri mengedepankan program pencegahan terkait penyebaran paham-paham intoleran, radikalisme dan terorisme di lingkungan ponpes,” ujarnya.
Menurut dia, paham intoleran adalah pintu masuk seseorang ke jaringan terorisme. Seseorang yang intoleran cenderung menjadi eksklusif dan memaksakan kehendaknya.
“Saat ini kelompok radikal teror sudah masuk ke ranah pendidikan, seperti yayasan pondok pesantren,” katanya.
Sementara mantan petinggi Jamaah Islamiyah (JI) sekaligus mantan narapidana terorisme (napiter), Arif Siswanto, menyampaikan pengalamannya selama masuk ke jaringan teroris di wilayah Jateng.
“Kelompok teror memiliki ciri-ciri intoleran, eksklusif terhadap lingkungan masyarakat, jarang berbaur. Gerakan ini bisa memecah belah umat beragama serta bangsa Indonesia,” ujarnya.
Jaringan kelompok teror, sebutnya, tidak hanya berada di Indonesia. “Mereka ada di beberapa negara konflik, seperti Irak, Iran, Suriah,” kata dia.
Kepala Kemenag, Klaten Hariyadi, mengemukakan pihaknya mendukung penuh kegiatan seperti ini. “Ini sebagai upaya pencegahan paham-paham radikalisme dan terorisme masuk ke lingkungan ponpes,” ujar dia.
Sementara Direktur Utama Yayasan AAQ FKAM, Nur Fatony, menjelaskan pihaknya sudah memiliki 7 angkatan dan 130 alumni dan ditempatkan di berbagai wilayah di Indonesia.
“Negara dan agama adalah komponen yang tidak bisa dipisahkan. Kami menerapkan Islam yang moderat, penuh toleransi dan kedamaian,” kata dia.