JAKARTA – Tim Penyidik Koneksitas yang terdiri dari jaksa penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer, Pusat Polisi Militer TNI AD, dan Oditurat Militer Tinggi II Jakarta menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) tahun 2013-2020.
Keduanya adalah Brigadir Jenderal TNI YAK, selaku Direktur Keuangan TWP AD sejak Maret 2019, dan NPP, selaku Direktur Utama PT Griya Sari Harta (PT. GSH).
“Untuk mempercepat proses penyidikan, selanjutnya terhadap dua tersangka dilakukan penahanan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, melalui keterangan resminya, Sabtu (11/12/2021).
Brigadir Jenderal TNI YAK ditahan di Institusi Tahanan Militer Pusat Polisi Militer TNI AD sejak 22 Juli 2021 sampai dengan saat ini. Sementara NPP di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung mulai 10 Desember hingga 20 hari ke depan.
Brigadir Jenderal TNI YAK disebut telah menggunakan uang dari tabungan nasabah senilai Rp127,7 miliar untuk kepentingan pribadi.
Menurut Leonard, uang sebanyak itu ditransfer tersangka ke rekening Direktur Utama PT Griya Sari Harta (GSH), dengan dalih pengadaan kavling perumahan bagi prajurit TNI.
Kemudian, NPP pun diyakini menerima uang dari YAK dan menggunakannya untuk kepentingan pribadi serta korporasi miliknya, yakni PT. GSH. Selain itu, YAK dan NPP juga diketahui menjalin kerja sama dengan beberapa orang. Di antaranya A yang merupakan Direktur Utama PT. Indah Bumi Utama, lalu Kolonel Czi (Purn) berinisial CW, dan satu orang dari PT. Artha Mulia Adi Niaga berinisial KGSM.
Penyalahgunaan dana TWP AD oleh para tersangka, kata Leonard, telah melanggar Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep/181/III/2018 tertanggal 12 Maret 2018. Sebab, dana TWP berasal dari gaji prajurit TNI AD yang langsung dipotong dengan sistem auto-debit, sehingga termasuk dalam domain keuangan negara.
Dengan demikian, dugaan korupsi yang dilakukan para tersangka itu dapat dapat menyebabkan kerugian keuangan negara. Dimana negara akan terbebani dengan kewajiban mengembalikan uang yang telah disalahgunakan tersebut kepada prajurit.
“Perbuatan kedua tersangka telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp127,73 miliar, berdasarkan perhitungan kerugian negara oleh BPKP,” kata dia.
Atas perbuatannya, para tersangka disangka melanggar sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan Pasal 8 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.