JAKARTA – Konflik berkepanjangan di Ukraina telah menjadi sorotan dunia, dan harapan untuk kembali ke meja perundingan semakin menguat. Dalam korespondensi terbaru, Presiden terpilih AS, Donald Trump, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin, diperkirakan akan melakukan pembicaraan dalam waktu dekat.
Hal tersebut diungkapkan oleh Mike Waltz, Penasihat Keamanan Nasional yang ditunjuk Trump, dalam wawancaranya dengan ABC yang dikutip pada laman Sputnik, Senin (13/1/2025).
Waltz menekankan pentingnya dialog dalam mengatasi krisis ini. “Gencatan senjata akan menjadi langkah pertama yang sangat positif bagi Rusia dan Ukraina,” kata dia. Ini menunjukkan, kedua belah pihak mulai membuka diri untuk menyelesaikan konflik melalui diplomasi.
Baca Juga: Menhan RI: Pentingnya Soft Power dalam Latihan Kopassus
Mengingat kompleksitas situasi, Waltz juga menekankan fokus pada aspek-aspek personel yang krusial, seraya mengakui tidak semua klaim tentang penguasaan wilayah dapat diulangi tanpa dasar yang kuat.
Di sisi lain, Putin memiliki syarat-syaratnya sendiri untuk menghentikan ketegangan. Di antara syarat yang diajukan adalah penarikan pasukan Ukraina dari wilayah yang diklaim Rusia serta jaminan bahwa Ukraina akan membatalkan rencana bergabung dengan NATO. Ini menunjukkan tantangan besar masih ada dalam mencapai kesepakatan damai yang berkelanjutan.
Penasihat Kremlin, Yuri Ushakov, mengindikasikan Russia tetap terbuka untuk usulan perdamaian meski saat ini tidak merasa siap bernegosiasi. Ini menggambarkan posisi strategis yang hati-hati dari Rusia, di mana mereka masih mengambil langkah seragam terhadap Ukraine.
Di panggung internasional, respon terhadap kemungkinan pembicaraan ini bervariasi. Banyak negara dan organisasi internasional memandang langkah ini sebagai harapan baru untuk menurunkan ketegangan. Namun, skeptisisme masih ada, terutama dari negara-negara yang terdampak langsung, seperti Ukraina.
Sebagian pihak berpendapat tindakan nyata harus dilakukan sebelum kepercayaan dapat pulih sepenuhnya. Dengan pencabutan sanksi ekonomi oleh negara-negara barat sebagai salah satu syarat dari pihak Rusia, pondasi untuk negosiasi tampak lebih rumit.