Dugaan Penganiayaan oleh TNI AL di Pekanbaru: Komitmen Transparansi dalam Menegakkan Hukum

JAKARTA – Kisah pilu terjadi di Pekanbaru, Riau, ketika seorang warga sipil berinisial GS meninggal dunia setelah diduga mengalami penganiayaan oleh oknum TNI Angkatan Laut (AL).

Insiden ini menyentuh hati banyak pihak, karena melibatkan aparat negara yang seharusnya melindungi rakyat, namun diduga melakukan tindakan yang bertentangan dengan kode etik dan hukum.

Komitmen tegas dari TNI AL untuk mengungkap fakta secara transparan dan profesional menjadi harapan masyarakat agar keadilan benar-benar terwujud dan rasa aman masyarakat kembali pulih.

Peristiwa ini terjadi pada Jumat (15/8/2025), dan menimbulkan keprihatinan serta kekhawatiran terhadap perlindungan hak asasi manusia di lingkungan aparat negara.

Menurut keterangan resmi dari Kepala Dinas Penerangan TNI AL, Laksamana Pertama Tunggul, pihaknya menyatakan komitmen penuh untuk menyelidiki kasus ini secara transparan dan profesional sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Baca Juga: Misi Kemanusiaan Indonesia di Gaza: Bantuan Udara dari Garuda Merah Putih yang Menyelamatkan Nyawa

“Personel yang diduga terlibat sudah diamankan oleh Polisi Militer Angkatan Laut (POM AL) untuk dimintai keterangan. Kami berkomitmen menegakkan keadilan dan memastikan proses hukum berjalan secara jujur dan terbuka,” ujarnya di Jakarta, Selasa (26/8/2025).

Proses penyelidikan dilakukan oleh Detasemen Polisi Militer (Denpom) Lanal Dumai yang saat ini mengumpulkan berbagai bukti serta keterangan dari saksi-saksi, termasuk keluarga korban dan pihak terkait lainnya.

Pihak TNI AL juga melibatkan jajaran di wilayah Dumai dan Mabes TNI untuk memastikan proses penyidikan berjalan objektif.

“Kami berkoordinasi penuh dengan aparat penegak hukum dan tidak akan mentolerir tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota kami sendiri,” kata Tunggul.

Awal Kejadian

Peristiwa ini bermula dari dugaan GS melakukan pencurian di wilayah Pekanbaru. Menurut laporan keluarga, GS sempat dibawa ke kantor polisi untuk proses hukum.

Namun, keesokan harinya, Sabtu, 16 Agustus 2025, GS dikembalikan ke keluarga dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.

Sepekan kemudian, pada 23 Agustus 2025, korban meninggal dunia diduga akibat luka-luka yang didapat dari penganiayaan tersebut.

Keluarga GS mengungkapkan, mereka merasa sangat kehilangan dan kecewa karena proses penegakan hukum yang seharusnya melindungi hak warga justru berbalik menjadi kekerasan.

Karena itu, mereka menuntut keadilan dan transparansi penuh dari aparat terkait. Pihak keluarga juga mengajukan laporan resmi kepada aparat penegak hukum agar kasus ini diusut tuntas dan pelaku mendapatkan hukuman sesuai ketentuan hukum.

Penegasan dari TNI AL bahwa mereka tidak menutup-nutupi dan akan memberikan ruang seluas-luasnya bagi proses penyidikan menjadi harapan besar agar keadilan benar-benar ditegakkan.

“Kami berkomitmen menjaga integritas dan profesionalisme prajurit TNI AL, serta memastikan tidak ada tindakan kekerasan yang merugikan masyarakat,” tegas Tunggul.

Kasus ini juga menimbulkan kekhawatiran akan potensi pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat militer yang harusnya melindungi rakyat.

Oleh karena itu, berbagai elemen masyarakat dan organisasi hak asasi manusia menyerukan pengawasan ketat terhadap proses hukum dan penegakan keadilan.

Banyak pihak berharap bahwa insiden ini menjadi pelajaran penting agar kedepannya aparat penegak hukum, termasuk TNI AL, lebih berhati-hati dan menjaga etika dalam menjalankan tugas.

Seiring berjalannya waktu, diharapkan hasil penyelidikan ini mampu mengungkap fakta sebenarnya dan memberikan kepastian hukum bagi keluarga korban serta masyarakat luas.

TNI AL pun menegaskan akan menindak tegas anggota yang terbukti melakukan kekerasan, sekaligus memperbaiki sistem pengawasan internal agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *