PALU – Seseorang atau sekelompok orang menjadi radikal dan intoleran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni pemikiran yang menganggap bahwa segala sesuatu harus dikembalikan ke agama/ideologi tertentu.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Tengah, Zainal Abidin, di Palu, Sabtu (26/8/2023).
Selain pemikiran, lanjut Zainal, faktor selanjutnya yakni ekonomi. Dimana manusia ketika terdesak secara ekonomi, maka dapat melakukan berbagai cara termasuk melakukan teror.
“Faktor politik yang menganggap bahwa pemimpin harus memihak kepada kelompok tertentu, serta faktor sosial, pendidikan, dan faktor psikologis,” ujarnya.
Oleh karena itu, upaya menangkal radikalisme harus dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan melalui internalisasi nilai-nilai budaya dan kearifan lokal.
Upaya lainnya, kata dia, memberikan pemahaman kepada umat untuk membedakan substansi ajaran agama dengan manifestasi pelaksanaannya.
“Di samping itu mendorong umat beragama untuk mengedepankan persamaan, bukan perbedaan. Serta mendorong umat beragama untuk saling percaya dan tidak saling curiga dan menyalahkan,” kata dia.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, kata Zainal, masyarakat, dalam kehidupan sosial keagamaan perlu mengenal ciri kelompok penganut radikalisme.
“Iya, hal ini sebagai bentuk kewaspadaan dan upaya mitigasi pencegahan penyebaran radikalisme,” katanya.
Ia menguraikan empat ciri penganut radikalisme, yakni pertama orang atau kelompok penganut radikalisme cenderung intoleran, tidak mau berbagi pendapat dengan orang atau kelompok lain.
Kedua, memiliki sikap dan perilaku yang eksklusif, yaitu membedakan diri dari kebiasaan orang banyak. Ketiga, memiliki sikap fanatik dan selalu merasa benar sendiri, menganggap orang lain salah, dan keempat sikap revolusioner dan cenderung menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan.
“Empat ciri ini perlu diketahui oleh masyarakat,” ujarnya.