JAKARTA – Pendekatan melalui sistem peradilan kriminal menjadi cara terbaik dalam penanganan terorisme, sehingga kepolisian menjadi ujung tombak kontra terorisme.
Hal tersebut dikatakan eks Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen (Purn) Pol Ansyaad Mbai, saat mengisi webinar tentang Pelibatan TNI dalam kontra terorisme yang diselenggarakan MARAPI dan FISIP Universitas Udayana, Sabtu (31/10/2020).
“Penyebab terorisme itu multi-faktor, sehingga dibutuhkan sebuah whole of government approach (seluruh pendekatan pemerintah) untuk dapat mengatasinya. Dimana tiap instansi dan lembaga pemerintahan memiliki peran dan tugasnya masing-masing,” ujarnya.
“Selain itu, pendekatan melalui sistem peradilan kriminal jadi cara terbaik tangani terorisme,” Ansyad menambahkan.
Dalam menangani terorisme diperlukan suatu pemahaman yang mendalam tentang apa itu terorisme. Khususnya manifest dari kelompo, seperti apa dan siapa tujuan mereka.
“Memang tujuan akhir semua teroris itu sama menghendaki perubahan politik. Akan tetapi pada tujuan-tujuan politik itu beragam. Ada yang tujuannya untuk menguasai suatu wilayah teritorial sebagai tanah airnya, ada yang menghendaki perubahan sistem kenegaraan dan sistem sosial secara menyeluruh,” kata dia.
Ia menambahkan, TNI memiliki peran penting dalam kontra terorisme sebagai perbantuan. Hal tersebut dapat terjadi jika upaya-upaya penegakan hukum sudah tidak berdaya lagi menghadapi ancaman terorisme.
Peran itu sesuai dengan amanat UU Nomor 5 Tahun 2018 dan UU Nomor 34 Tahun 2004 yang menjelaskan bahwa perbantuan TNI dalam kontra terorisme haruslah melalui sebuah keputusan politik berbentuk perintah presiden dengan persetujuan DPR.
“Prinsip tersebut sudah menjadi bagian dari prinsip berdemokrasi dan supremasi sipil sehingga harus ditaati. Salah satu yang menjadi tujuan aksi terorisme adalah memancing respon yang keras dari negara sehingga dapat dijadikan pembenaran tujuan aksi terorisme itu sendiri,” ujar dia.
Selain itu, dalam penjelasannya yang mengibaratkan agar terorisme untuk tidak direspon secara berlebihan oleh negara melalui aksi militer.
“Mereka (teroris) ini yang harus kita perhatikan, oleh karena itu banyak negara yang ibaratnya tidak ingin menjadikan kucing berubah jadi harimau. Biarkanlah tetap kucing jadi pendekatannya tidak boleh secara brutal dengan kekuatan militer seperti itu,” kata Ansyaad.