JAKARTA – Merespon keluhan masyarakat terkait Polymerase Chain Reaction (PCR) yang nominal pembayaran terbilang tinggi, rupanya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI membentuk Panitia Khusus (Pansus), dengan Ketua Pansus PCR terpilih yakni Fahira Idris.
Fahira dibantu oleh tiga wakil ketua yaitu Wakil Ketua I, Elviana (Senator Jambi), Wakil Ketua II, Hasan Basri (Senator Kaltara), dan Wakil Ketua III, Angelius Wake Kako (Senator NTT).
Fahira menjelaskan, isu PCR di masyarakat dinamikanya begitu tinggi, bahkan di media massa isu tersebut masif diulas.
“Dinamika isu PCR yang lebih tinggi lagi bisa ditemui di berbagai platform sosial media,” ujarnya di Jakarta, Jumat (21/1).
Menurut dia, salah satu persoalan terkait PCR yakni soal harga tes PCR yang dinilai banyak pihak mengindikasikan ada kekeliruan kebijakan. Sehingga menyebabkan munculnya dugaan ada sejumlah pihak yang memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk mengeruk keuntungan lewat tes PCR.
Selain itu, pemerintah juga yakin penetapan dan evaluasi harga PCR sudah sesuai aturan dan tidak ada pihak manapun yang diuntungkan secara komersial.
Oleh karena itu, sebagai wakil rakyat pihaknya punya tanggung jawab konstitusional dan tanggung jawab moral menelusuri soal PCR tersebut.
“Ini agar semuanya clear dan tidak menjadi bola liar,” katanya.
Pansus PCR, lanjut Fahira, menjadi ikhtiar DPD RI melakukan identifikasi dan klarifikasi, menyajikan peta substansi persoalan dan memberikan masukan, pemikiran, dan gagasan.
Selain itu, target Pansus PCR adalah memberi rekomendasi terkait dugaan kebijakan PCR yang membebani publik, khususnya menyangkut transparansi dan akuntabilitas serta isu konflik kepentingan.
Ada dua isu utama yang akan ditelusuri Pansus PCR DPD RI. Pertama, apakah regulasi yang ada di bidang kebijakan PCR telah memadai, transparan dan akuntabel dalam memastikan kepentingan masyarakat terjamin.
Kedua, apakah terdapat konflik kepentingan dari penyelenggara negara di dalam kebijakan bisnis PCR.