Gotong Royong Atasi Dampak COVID-19

Nasional5 Dilihat

JAKARTA – Pandemi COVID-19 bukan musibah bagi bangsa Indonesia saja, melainkan musibah dunia yang belum ditemukan vaksinnya. Oleh karena itu, tidak ada  pilihan lain bagi seluruh rakyat dan penduduk dunia untuk saling bergotong-royong, bahu-membahu membantu satu sama lain.

Wakil Sekretaris Komisi Kerukunan Antarumat Beragama MUI, Abdul Moqsith Ghazali, mengatakan pandemi COVID-19 bukan hanya berdampak pada kesehatan saja, tetapi ke ekonomi. Karenanya, saatnya yang mampu bisa membantu yang tidak mampu dengan berbagai cara.

“Kita diikat oleh satu ikatan kebangsaan sebagai bangsa Indonesia. orang-orang yang mampu secara ekonomi mengucurkan bantuan kepada kelompok-kelompok yang rentan mengalami dampak ekonomi akibat dari COVID-19,” ujarnya di Jakarta, (16/5/2020).

Pria yang akrab dipanggil Kiai Moqsith, menjelaskan berpuasa di saat pandemi, zakat dapat disalurkan kepada orang-orang yang betul-betul membutuhkan. Apalagi COVID-19 tak hanya ditangani oleh pemerintah.

“Maka dari itu masyarakat sipil harus menjadi bagian dari solusi, misalnya dengan tidak keluar rumah, membantu menyebarkan masker, alat pelindung diri (APD) dan lain sebagainya yang itu sangat dibutuhkan,” katanya.

Dalam hadist dikatakan, lanjut Kiai Moqsith, kesatuan umat merupakan pondasi dari tercapainya sebuah cita-cita. Begitupun pada mukadimah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Oleh karenanya, kepedulian kepada satu sama lain  harus diberikan, tidak cukup hanya sekedar di khotbahkan.

“Tentu tugas dari tokoh-tokoh agama untuk menyadarkan masyarakat dari sudut agama. Demikian pula petugas kesehatan menyadarkan masyarakat dari sudut kesehatan. Begitu juga para ekonom misalnya menjelaskan hal-hal yang positif,” ujar dia.

Oleh sebab itu, Kiai Moqsith, meminta kepada organisasi seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), termasuk ormas-ormas lain harus proaktif memberikan himbauan kepada masyarakat melakukan aktivitas ibadah dari rumah. Hal tersebut demi mencegah virus Corona tidak terus menyebar ke tempat-tempat lain.

“Jadi harus dipahami bahwa yang dilarang itu bukan Jumatan atau Sholat Jumat dan juga  Sholat Ied-nya. Tapi perkumpulannya yang dilarang dan saya kira itu berguna. Jadi beribadah dari rumah itu tidak mengurangi ke-khusuk’an kita, malah menjadikan rumah sebagai ruang ibadah privat kita kepada Allah,” ujar dia.

Kiai Moqsith menyebutkan, Nabi Muhammad didalam Al Quran mengatakan ‘Jangan jadikan rumahmu itu seperti kuburan, yang tidak dipakai untuk sholat, tidak dipakai untuk baca Quran, tidak dipakai untuk mendidik anak-anak,  tidak dijadikan sebagai keluarga sakinah mawadah warohmah’.

Pada bulan Ramadan, kata Kiai Moqsith, ada kewajiban membayar zakat fitrah, di samping bagi orang yang memenuhi syarat untuk mengeluarkan zakat mal. “Zakat fitrah diperuntukkan mereka yang tidak punya, yang dikeluarkan menurut Mazhab Syafii adalah berupa makanan pokok di Indonesia adalah beras, yang di Timur Tengah pada zaman Nabi mengeluarkan gandum,” kata Kiai Moqsith.
 
Kiai Moqsith juga mengajak masyarakat untuk terus menjaga perdamaian di tengah pandemi. Karenanya, masyakat harus bisa mengendailan diri untuk tidak menyebarkan hoaks. ”Jangan saling menyalahkan, jangan memporvokasi dan juga terprovokasi. Karena hal itu bisa menimbulkan ketidak tentraman, yang bisa berujung pada kekerasan dan anarki, sehingga tidak ada perdamaian,”  katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *