JAKARTA – Setiap tahun pada 11 November, masyarakat Cina merayakan Hari Jomblo atau Singles’ Day. Awalnya, hari ini muncul sebagai momen bagi mereka yang belum memiliki pasangan untuk merayakan status lajangnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, Hari Jomblo telah berkembang menjadi perayaan cinta diri yang meriah dan fenomena budaya yang menarik perhatian dunia.
Hari Jomblo pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990-an oleh sekelompok mahasiswa di Universitas Nanjing. Tanggal 11 November dipilih karena terdiri dari empat angka “1,” yang melambangkan kesendirian. Sejak itu, perayaan ini telah tumbuh menjadi acara penting di kalangan generasi muda di Cina.
Pada Hari Jomblo, banyak orang di Cina merayakannya dengan mengadakan pesta, berkumpul dengan teman-teman, dan berbagi pengalaman lajang mereka.
Baca Juga: Indeks Kemerdekaan Pers 2024: Memahami Dinamika Kebebasan Pers di Indonesia
Di beberapa kota, ada acara khusus seperti konser dan festival makanan. Masyarakat juga sering kali mengenakan pakaian dengan tema “lajang” dan mengorganisir acara kencan untuk saling mengenal.
Ternyata, Hari Jomblo tidak hanya perayaan tetapi juga menjadi momen penting bagi ekonomi. Dimulai pada tahun 2009, Alibaba, salah satu raksasa e-commerce Cina, mengubah Hari Jomblo menjadi hari belanja terbesar di dunia.
Pada tahun 2022, penjualan online pada hari ini mencapai rekor luar biasa, menghasilkan lebih dari $139 miliar dalam 24 jam. Diskon besar-besaran dan promosi menarik banyak pembeli, menjadikannya kesempatan emas bagi para konsumen.
Lebih dari sekadar berbelanja, Hari Jomblo kini menjadi simbol cinta diri dan penerimaan. Banyak orang menggunakan kesempatan ini untuk merayakan diri mereka sendiri, memperkuat identitas pribadi, dan menekankan pentingnya kebahagiaan tanpa perlu bergantung pada hubungan romantis. Media sosial dipenuhi dengan postingan yang mengekspresikan rasa syukur terhadap diri sendiri dan pencapaian pribadi.
1 komentar