Hari Pahlawan, Momentum Menghidupkan Kembali Jiwa Nasionalisme dan Wawasan Kebangsaan

Nasional9 Dilihat

BANJARMASIN – Generasi muda harus paham, terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berkat peran para pahlawan dari berbagai suku, etnis, dan agama yang bersatu dan berjuang untuk kemerdekaan bangsa kala itu. Karenanya, peringatan Hari Pahlawan 10 November tidak boleh hanya sekadar seremonial saja, tetapi harus dijadikan titik awal revolusi moral dengan mengimplementasikan sikap dan semangat pahlawan untuk melawan ancaman bangsa sekaligus menjaga persatuan dan kemajuan.

Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Kalimantan Selatan, Aliansyah Mahadi, mengatakan Hari Pahlawan merupakan momentum untuk menggali dan menghidupkan kembali jiwa nasionalisme, patriotisme, dan wawasan kebangsaan khususnya generasi muda.

Ia menilai, dengan mengingat dan menghargai pengorbanan pahlawan bangsa, masyarakat khususnya generasi muda akan saling menghormati, menghargai, dan bangga dengan pengorbanan para pahlawan.

“Paling penting dalam semangat kepahlawanan, kita harus bersemangat menjalankan dan memaknai Pancasila sebagai nilai-nilai dasar bangsa dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya di Banjarmasin, Jumat (12/11/2021).

Di tengah ancaman radikalisme dan terorisme, penguatan nilai Hari Pahlawan dan Pancasila sangat penting. Sebab radikalisme dan terorisme bisa menyasar siapapun, kapanpun, dan dimanapun, mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

“Sampai hari ini, teror dan penyebaran radikalisme dan terorisme masih terjadi di Indonesia,” kata dia.

Dalam melawan ancaman bangsa itu, lanjut dia, seluruh anak bangsa harus sepakat melawan untuk menjaga keutuhan NKRI. Salah satunya, dengan memperkuat kearifan lokal di masing-masing daerah.

Menurut dia, semua orang bisa menjadi pahlawan dalam menjaga keharmonisan bangsa, persatuan, dan kesatuan dengan bersikap arif dan bijaksana. Terlebih pada era dunia maya, generasi muda harus diberi motivasi dan wawasan kebangsaan agar tumbuh rasa memiliki terhadap bangsa dan mewaspadai kelompok, serta narasi yang berusaha menjegal kearifan lokal bangsa.

Didit juga memberikan tips bagaimana cara yang bijak untuk melihat sosok tokoh, yang bisa dijadikan panutan dan inspirasi tanpa melihat adanya politik identitas tertentu yang justru akan memecah belah solidaritas masyarakat Tanah Air.

Terkait politik identitas yang kerap membenturkan perbedaan, Didit ingin agar setiap lapisan masyarakat mengubah pola pikirnya. “Artinya kita jangan berpikir bahwa kita berbeda, tapi kita harus berpikir bahwa kita Indonesia. Jadi walaupun kita beda secara kedaerahan, kesukuan, dan etnis, tapi kita ini satu untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan bangsa. Jangan terkotak-kotak,” ujar dia.

Didiet menilai, telah banyak upaya yang dilakukan para tokoh agama dan masyarakat, dalam upaya mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa dari ancaman, khususnya adikalisme dan terorisme, di antaranya melalui moderasi beragama, pembentukan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di daerah-daerah, dan pembentukan Ikatan Kekeluargaan Antar Suku Bangsa (IKASBA) sebagai wadah bagi semua suku dan etnis untuk berkumpul dan berdiskusi.

“Melalui wadah-wadah yang dibentuk ini, kita saling bersinergi, menjaga kerukunan, solidaritas dan kekeluargaan bangsa,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *