JAKARTA – Seharusnya makna Idul kurban tidak hanya dilakukan umat dengan menyembelih hewan kurban. Tapi sebagai momentum memangkas sikap intoleran dan ekslusif guna membangun sikap peduli, solid, dan terbuka mewujudkan kepentingan bersama.
Demikian dikatakan Ketua Program Studi Doktor Politik Islam – Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Zuly Qodir, di Jakarta, Kamis (14/7).
“Seharusnya para penceramah agama, berqurban dengan membuang ego dan politik identitas,” ujarnya.
“Kembali memahami esensi ajaran agama yang rahmatan lil alamin dan mengurangi nafsu pribadi yang justru akan membawa perpecahan umat,” lanjutnya.
Baca Lagi: Ken Setiawan: Menjalankan Nilai Pancasila, Otomatis Menjalankan Ajaran Agama
Ia menilai, saat ini banyak bermunculan penceramah yang berusaha mencampuradukkan antara nafsu kepentingan pribadi atau golongannya, dengan agama yang tatkala justru menimbulkan kebencian antar keleompok/golongan umat.
“Ada beberapa penceramah yang memberikan ceramah kadang-kadang dengan membawa dalil/ayat yang kurang tepat, yang justru kadang menimbulkan kebencian terhadap kelompok/umat beragama lain bahkan satu agama,” katanya.
Masyarakat harusnya dapat menerima fakta di lapangan dan berhenti menafikkan, bahwa fenomena persebaran intoleransi dan politik identitas yang muncul di ruang dan mimbar keagamaan.
“Orang mengkhawatirkan tentang gerakan yang mencederai agama, itu wajar. Tapi justru orang sulit percaya ada gerakan yang memang secara sengaja membuat kekacauan di dalam agama. Terlebih ketika yang membuat kekacauan itu adalah mereka yang disebut tokoh agama atau ahli agama,” kata dia.
Karena itu, Zuly menegaskan para tokoh agama perlu kembali mempelajari dan mengajarkan kepada umat atas esensi agama serta berbagai amalannya dengan baik dan benar.
Disamping itu, juga harus dipahami kemampuan diri dalam konteks membicarakan soal agama, terlebih jika berbicara tentang ajaran umat agama bahkan kelompok lain.
Ia berharap para penceramah dapat lebih bijaksana untuk tidak menimbulkan masalah di masyarakat. Selain itu, perlu ada kewaspadaan dalam menerima ceramah.
Oleh itu, masyarakat diminta dalam kegiatan keagamaan hanya megundang penceramah moderat dengan track record yang jelas.
“Jika mengundang tokoh agama, maka undang tokoh agama dari lembaga keagamaan atau ormas agama yang sudah jelas, daripada mengundang orang yang tidak jelas track record-nya, nanti malah datang membuat kekacauan. Karena itu harus selektif, jangan asal popular,” ujarnya mengakhiri.
2 komentar