Imparsial: Pernyataan Kababinkum TNI Salah dan Keliru Terkait Kasus Mayor Dedi Hasibuan

Kabar Mabes, Nasional1456 Dilihat

JAKARTA – Imparsial mengkritik pernyataan Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI, Laksamana Muda (Laksda) Kresno Buntoro, terkait kasus Mayor Dedi Hasibuan yang mengeruduk Polrestabes Medan Sumatera Utara pada Kamis (10/8/2023) lalu. 

Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, mengatakan pihaknya memandang, pernyataan Kababinkum TNI yang menyatakan anggota TNI dapat memberi bantuan hukum bagi prajurit TNI dan keluarga, menunjukkan bahwa Kababinkum tidak memahami secara komprehensif aturan hukum terkait peran TNI dalam proses penegakan hukum. 

“Hal itu dapat dilihat dari adanya pemahaman yang salah dan keliru terhadap beberapa aturan terkait bantuan hukum” ujarnya di Jakarta, Sabtu (12/8/2023).

Imparsial membenarkan bahwa setiap orang tanpa terkecuali prajurit TNI dan keluarga prajurit TNI berhak mendapatkan bantuan hukum. 

Hak atas bantuan hukum merupakan bagian dari hak asasi manusia, pada pasal 7 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang menjamin persamaan kedudukan di muka hukum dan Pasal 16 dan Pasal 26 International Covenant on Civil and Political Rights (Konvensi Hak Sipil dan Politik) yang pada intinya menjamin bahwa semua orang berhak atas perlindungan dari hukum.

Namun secara khusus bagi lingkungan TNI, jaminan bantuan hukum kembali ditegaskan dalam pasal Pasal 105, 215 dan 216 UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang pada intinya adanya jaminan bantuan hukum bagi tersangka yang diadili di peradilan militer maupun koneksitas. 

Jaminan tersebut juga kembali ditegaskan UU TNI dalam Pasal 50 ayat (2) huruf f yang menyatakan “prajurit dan prajurit siswa mendapatkan rawatan dan layanan kedinasan meliputi.. (f). bantuan hukum”. Selanjutnya Pasal 50 ayat 3 “keluarga prajurit memperoleh layanan kedinasan meliputi.. (c). bantuan hukum”. 

“Kami memandang, keseluruhan pasal yang disebutkan di atas harus dipahami sebagai adanya jaminan negara kepada siapapun termasuk prajurit TNI dan keluarga prajurit TNI untuk memperoleh bantuan hukum,” kata dia.

“Jika dicermati, tidak ada yang menyebutkan adanya pemberian kewenangan kepada prajurit TNI untuk dapat memberikan pendampingan/bantuan hukum dalam lingkup (yurusdiksi) peradilan selain peradilan militer dan peradilan koneksitas,” jelas Gufron melanjutkan.

Hal tersebut harus digarisbawahi oleh Kababinkum mengingat keterangan yang disampaikan oleh Kababinkum terkait dengan kasus Mayor Dedi Hasibuan yang mengaku sebagai pendamping hukum keluarganya di Polrestabes Medan, Sumatera Utara. 

Imparsial juga mengkritisi dasar hukum Kababinkum yang merujuk pada SEMA No. 2 Tahun 1971, yang sebenarnya melarang prajurit TNI menjadi penasihat hukum di peradilan umum. 

Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat juga menyatakan bahwa pemberi bantuan hukum tidak boleh berstatus pegawai negeri atau pejabat negara, yang bertentangan dengan status anggota Angkatan Perang.

Mereka menekankan harus adanya evaluasi dan tindakan lebih lanjut oleh pemerintah dan Panglima TNI untuk mengatasi kerancuan hukum ini, termasuk revisi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Sekadar diketahui, Imparsial merupakan salah satu LSM yang bergerak di bidang mengawasi dan menyelidiki pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *