JAKARTA – Di tengah penyebaran pandemi Covid-19, seluruh elemen baik pemerintah maupun masyarakat fokus pada isu sosial, ekonomi, dan keuangan. Padahal ada isu yang membahayakan negara, yaitu radikalisme.
Peneliti Senior Balitbang Kementerian Agama (Kemenag), Abdul Jamil Wahab, mengatakan, kelompok radikalisme bisa mengambil keuntungan dari situasi wabah saat ini, dengan menyebarkan pengaruhnya kepada masyarakat.
Oleh karena itu, semua pihak tidak boleh mengabaikan isu radikalisme. Karena dapat mengancam ideologi dan keamanan negara. “Harus selalu meningkatkan kewaspadaan pada hal yang mengancam keamanan, apakah itu radikalisme, terorisme, narkoba, dan bahaya lainnya,” ujarnya di Jakarta, Rabu (22/4/2020).
Abdul menilai, aksi radikalisme tidak mudah dihilangkan. Karena dalam konsepnya, kelompok tersebut bertopeng agama dengan tujuan mengganti ideologi negara.
“Mereka punya motif bagaimana mengganti pancasila dengan ideologi yang mereka yakini yaitu khilafah islamiyah,” katanya.
Kelompok radikalisme, kata dia, bisa mengambil peluang untuk menyebarkan pemahaman mereka dengan memunculkan persepsi bahwa pemerintah gagal menangani pandemi corona.
Kebijakan pemerintah dengan membatasi aktivitas warga yang berimbas pada ekonomi juga bisa digunakan untuk memberi persepsi kepada masyarakat bahwa kebijakan pemerintah lemah.
Pembatasan aktivitas keagamaan juga bisa dimanfaatkan kelompok radikalisme untuk mempersepsi masyarakat terutama umat muslim, bahwa kebijakan tersebut merugikan umat Islam.
Hal senada diungkapnya Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan, mengatakan, kebijakan pemerintah yang kurang tepat dalam penanganan pandemi Covid-19, salah satunya tidak terkoodinasi dengan baik dalam membagikan bantuan kepada masyarakat, yang bisa digunakan sebagai peluang kelompok radikalisme untuk menyebarkan pahamnya.
Kelompok radikalisme, lanjut Ken, memanfaatkan lemahnya penanganan Covid-19 sebagai kelemahan sistem negara. Dengan begitu mereka bisa menyebarkan pemahaman bahwa ideologi yang mereka anut lebih baik dalam menangani corona.
“Ujungnya mereka sampaikan bahwa penanganan pemerintah terhadap Covid salah, ada yang salah dengan sistem yang dipakai negara. Pokoknya sistem itu harus diubah dan satu-satunya solusi adalah dengan negara Islam/ khilafah Islam” kata Ken.
Oleh karena itu, ia meminta aparat untuk waspada karena aksi terorisme belakangan ini dinilai baru awalan saja, puncaknya adalah di bulan ramadhan. Sebab kelompok teroris meyakini aksi amaliah membunuh orang kafir/ aparat di bulan ramadhan akan mendapat pahala berlipat ganda.
“Bila tidak diatasi dengan baik, khawatir kejadian konflik tahun 1998 bisa terulang kembali,” kata dia.
Sementara Pengamat Keamanan Internasional dari Universitas Indonesia, Aisha Kusumasomantri, menambahkan ancaman radikalisme dan terorisme tidak akan hilang. Ia meminta negara jangan lengah terhadap ancaman tersebut.
Disamping menangani corona, pemerintah kata dia juga harus fokus pada isu radikalisme. “Kalau kita perhatikan, negara mengalokasikan seluruh sumber daya untuk memerangi wabah, baik itu dibidang pengamanan, ekonomi, pendidikan, dan riset,” kata Aisha.
“Itu membuka peluang negara lengah, dan kemungkinan ada aksi terorisme,” Aisha melanjutkan.