JAKARTA – Politik identitas terutama praktik politisasi agama merupakan bahaya laten yang perlu diwaspadai bersama terutama menjelang momentum politik, karena dapat menjadi akselerator bagi rontoknya konstruksi sosial yang melahirkan konflik horisontal berkepanjangan.
Demikian dikatakan Sekretaris Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), Imam Pituduh, di Jakarta, Kamis (16/6).
“Bahaya laten politisasi agama perlu kita waspadai bersama-sama. Karena politik identitas dan agama yang dipolitisir, adalah formula yang sangat mudah untuk melakukan radikalisasi dan penyesatan masyarakat,” ujarnya.
Sikap pembiaran terhadap politisasi agama dan politik identitas justru membuka lebar-lebar bagi berkembangnya permainan semu (shadow game) yang menjajah cara berfikir masyarakat dan seakan-akan adalah hal yang lumrah, sehingga praktik yang demikian juga digunakan oleh oknum berkepentingan sebagai komoditas yang menjanjikan.
Baca Lagi: Penyebaran Radikal Terorisme Berbungkus Agama Jadi Ancaman Serius
“Politik yang dibungkus agama selalu menjadi komoditas yang favorit untuk diperdagangkan di masyarakat yang mayoritas religius,” kata dia.
“Dalil-dalil agama selalu dijadikan justifikasi untuk mengambil langkah-langkah politik bagi mereka yang menjajakan politik identitas dan menggoreng agama sebagai komoditas,” lanjutnya.
Praktik Politik Identitas Makin Parah
Ia menilai, praktik politik identitas kian diperparah pasca perubahan kehidupan sosial masyarakat yang lekat dengan media sosial. Serangan dan bombardir isu politisasi agama dan ideologisasi radikal juga bergerak massif melalui jalur online.
“Para buzzer dan robot kelompok radikal, selalu berusaha bergerak secara massif menguasai jalur digital. Mereka menggunakan neuroscience untuk membidik dan mempengaruhi anak muda dan para pemilih mayoritas, agar dapat dipengaruhi, diinfiltrasi dan dikendalikan alam bawah sadar dan lifestyle masyarakat,” katanya.
Oleh sebab itu, dalam mewaspadai dan mempersiapkan masyarakat dari maraknya isu politik identitas kedepannya, dirinya menilai perlu digelolarakan pemahaman terhadap isu politisisasi agama dan wawasan kebangsaan, agar masyarakat memiliki imunitas dan daya dobrak untuk melawan segala bentuk ideologisasi radikal dan politisasi agama yang seiring sejalan.
Disamping itu juga diperlukan militansi masyarakat yang solid untuk mampu memfilter isu, opini, dan segala narasi negatif dari kelompok oknum berkepentingan, hingga tidak ada lagi terdengar noice di sosial media politisasi agama dan ideologisasi radikal.
“Filterisasi isu, opini, berita dan segala narasi perlu dilakukan oleh semua pihak, terutama pemerintah, masyarakat dan seluruh stakeholder bangsa. Check and Recheck, koordinasi, dan tabayun harus selalu di lakukan,” kata Imam.
Dari pemerintah, Gus Imam mengharapkan adanya payung hukum yang lebih kuat guna mengorkestrasi terhadap gerakan nasional pencegahan radikalisme dan intoleransi.
Menyiapkan mitigasi tsunami politisasi agama dan politik identitas serta menyusun kontinjensi plan dan melakukan engginering untuk mengeliminir dan memberantas radikalisme, intoleransi, ekstrimisme dan terorisme kedepannya.
“Agar tahun 2024 bangsa dan negara kita tidak kecolongan oleh rekayasa politisasi agama. Payung hukum ini dapat berupa Instruksi Presiden (Inpres) untuk memayungi gerakan agar lebih impactful dan powerful, sebagai fasilitasi, rekognisi afirmasi dan proteksi terhadap keutuhan dan kedaulatan Negara Republik Indonesia,” katanya.
Khususnya para tokoh agama dan masyarakat, mempersiapkan umat maupun pengikutnya dengan memberikan edukasi dan pemahaman atas situasi yang berpotensi akan terjadi terkait perang politik identitas menjelang tahun politik 2024.
“Memberikan pemahaman atas situasi, memberikan penjelasan atas isu strategis serta menjaga kesatuan dan persatuan, serta bergotong-royong bersama pemerintah untuk melawan segala bentuk kejahatan dan kebatilan yang mengatasnamakan agama serta yang merugikan Tanah Air dan tumpah darah Indonesia,” ujar dia.
Walaupun pada dasarnya, para ulama, tokoh agama dan organisasi pejuang serta pendiri bangsa, tentunya akan berjuang untuk menjaga NKRI.
“Diminta ataupun tidak diminta, pasti sudah siap menjadi garda depan, ujung tombak, dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI,” kata Gus Imam mengakhiri.