JAKARTA – Banyak orang mengira kedaulatan Islam bergantung pada sistem politik yang sesuai dengan syariat Islam. Namun, pandangan Islam sejati lebih tentang bagaimana umat Islam menjalankan ajaran agama dengan hikmah. Ini termasuk memahami budaya lokal dan memberikan kontribusi nyata di masyarakat.
Ngatawi Al-Zastrouw, Kepala Makara Art Center Universitas Indonesia (MAC UI), tekanan pentingnya memahami Islam dengan benar. Umat Islam harus memahami tradisi dan nilai-nilai lokal, seperti budaya Indonesia. Ini membantu membedakan apa yang relevan dan apa yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
“Kita harus mempelajari ajaran-ajaran Islam sesuai ilmunya. Jika tidak, kita akan terjebak pada simbol-simbol keagamaan tanpa memahami substansi sebenarnya,” kata Zastrouw di Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Baca Juga: BNPT Kukuhkan 8 Koordinator Wilayah Gema Salam untuk Penguatan Deradikalisasi di Solo Raya dan DIY
Zastrouw mengatakan, Islam mudah masuk ke Nusantara karena ulama-ulama yang memahami ajaran agama sesuai dengan visi dan misinya. Mereka tidak berinteraksi dengan budaya lokal di Tanah Air.
Ia menyoroti fenomena euforia budaya yang kini semakin marak. Menurut Dr. Zastrouw, hal ini karena kedangkalan pemahaman terhadap ajaran Islam. Menggunakan atribut Arab tidak berarti seseorang menjadi lebih Islami.
“Fenomena ini mencerminkan kedangkalan dalam memahami ajaran-ajaran Islam yang kemudian mewujudkan dengan laku budaya yang Arab sentris,” tegasnya.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Jejaring Dunia Santri ini menjelaskan, umat Islam harus bisa merekonstruksi tafsir ajaran Islam. Mereka harus mampu menjalankan ajaran di Indonesia tanpa memulai dengan budaya lokal. Orang yang gagal ini ditandai dengan latah dan ikut-ikutan budaya lain, kata Dr. Zastrouw.
Jika seseorang memahami tradisi lokal dan syariat Islam secara mendalam, mereka akan melihat keselarasan antara budaya Nusantara dan ajaran Islam.
Sebagai umat beragama di Indonesia, Dr. Zastrouw memahami pentingnya memposisikan ajaran Islam dan budaya Nusantara dengan tepat. Kita harus menghindari perasaan lebih rendah dari bangsa lain, termasuk dalam beragama.
6 komentar