Kekerasan Terhadap Ade Armando, BNPT: Bertentangan dengan Nilai Agama

Nasional1 Dilihat

“Kekerasan dalam bentuk dan atas nama apapun, bukan cerminan sikap dan warisan leluhur bangsa ini serta bertentangan dengan nilai-nilai agama”

JAKARTA – Aksi kekerasan yang dilakukan sekelompok orang terhadap pegiat media sosial, Ade Armando, pada unjuk rasa di depan gedung DPR (11/4) kemarin, menuai beragam reaksi.

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ahmad Nurwakhid, mengutuk keras aksi kekerasan tersebut.

Apalagi, kekerasan dan anarkisme di ruang publik seperti itu bukan cara masyarakat yang beradab, tetapi ciri kelompok ekstremisme pro kekerasan.

“Kekerasan dalam bentuk dan atas nama apapun, bukan cerminan sikap dan warisan leluhur bangsa ini serta bertentangan dengan nilai-nilai agama,” ujarnya di Jakarta, Rabu (13/4).

“Kami secara tegas mengutuk cara-cara barbar yang dipentaskan oleh sekelompok orang di ruang publik seperti ini,” lanjut dia.

Dalam video yang menampilkan kekerasan terhadap Ade Armando menjadi sorotan, karena sejumlah penggeroyok dengan lantang mengucapkan kalimat tauhid.

Bahkan Sebagian yang lain sambal bersorak “halal darah” Ade Armando untuk dibunuh.

“Kekerasan atas nama apapun, termasuk dengan cara membajak dan memanipulasi ajaran agama merupakan kejahatan yang harus dikecam dan dikutuk,” kata dia.

Baca Lagi: Kepala BNPT: Keberadaan Masjid dan Ponpes, Mampu Reduksi Radikal Terorisme

“Ini menjadi pelajaran bagi kita bersama, terkadang seseorang mudah mendalihkan kekerasan dan halal darah seseorang untuk kepentingan tertentu,” tambahnya.

Menurut dia, cara berpikir seperti itu, memiliki kemiripan dengan pola pikir kelompok radikal terorisme. Dimana kelompok itu selalu melegitimasi segala tindakan kekerasan yang dilakukan dengan mempolitisasi dan memanipulasi dalil agama.

Dari narasi yang diumbar, Nurwakhid menduga kuat para pelaku kekerasan terhadap Ade Armando terpapar virus takfiri, yang mudah mengkafirkan bila berbeda dan menghalalkan darah yang dianggap kafir.

Ia menjelaskan, pandangan takfiri merupakan salah satu karakteristik kelompok radikal terorisme selama ini.

“Pola ini sudah mempengaruhi masyarakat yang dengan mudah membawa dalil-dalil agama untuk membanggakan tindakan anarkisme ruang publik,” kata dia.

Oleh karena itu, ia sangat menyesal anarkisme sekelompok orang yang dilakukan di tengah aksi massa dan dalam nuansa ibadah bulan Ramadhan.

Seharusnya, lanjut Nurwakhid, umat Islam di bulan ramadhan bisa menahan, tidak hanya makan dan minum, tetapi mencegah segala tindakan keburukan termasuk kekerasan.

“Ramadan ini mestinya harus dijadikan bulan untuk melakukan muhasabah dan pengendalian diri, bukan malah memuaskan diri dengan hawa nafsu dan tindakan kekerasan,” katanya.

“Kita harus berkomitmen cara-cara kekerasan tidak bisa ditoleransi dan diberikan ruang di negeri ini,” Nurwakhid mengakhiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar