JAKARTA – Zakat bukan sebatas memberikan sembako atau uang, tetapi harus diarahkan menjadi nilai produktif bagi penerima. Sebab tujuan utama dari pemberdayaan zakat adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik dari segi ekonomi, pendidikan, sosial, dan kesehatan. Semestinya zakat diarahkan untuk pengentasan masyarakat miskin.
Demikian dikatakan Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Tarmizi Tohor, di Jakarta, Rabu (26/1).
“Jika hanya memberikan sembako atau uang tunai, selepas dari kantor Lembaga Amil Zakat (LAZ), sembako dan uangnya habis,” ujarnya.
Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan dari zakat tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) berupaya melahirkan dan membentuk program zakat produktif, seperti membangun lahan-lahan wakaf yang mempunyai potensi ekonomi dengan pemberian akses permodalan, pelatihan, dan pendampingan.
“Perlu ada pembinaan, agar zakat bisa mengubah para mustahik (penerima) menjadi muzaki (pemberi),” kata dia.
Pihaknya bakal memperkuat sumber daya pengelola zakat, salah satunya lewat program audit syariah.
Berdasarkan pengalaman dirinya mengelola salah satu LAZ di kampung, tidak banyak yang memahami tentang pembukuan. Hal inilah yang menurutnya menurunkan kepercayaan publik untuk menyalurkan zakatnya kepada LAZ.
“Alhamdulillah, saat ini hampir di seluruh LAZ mempunyai akuntan yang profesional. Apalagi saat ini sudah dibentuk SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) bagi para amil, agar lebih kompeten dalam pengelolaan dana zakat,” katanya.
Kemenag juga telah membuat program Kampung Zakat yang telah berjalan di 15 titik seluruh Indonesia, untuk memberdayakan masyarakat di wilayah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T).
“Kampung zakat adalah program yang memberi warna terhadap pengembangan ekonomi masyarakat secara langsung di daerah tertinggal,” ujar dia.