BANJARMASIN – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Kalimantan Selatan (Kalsel) menggandeng Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri untuk deteksi dini pencegahan terorisme, melalui pemahaman bahaya intoleransi dan radikalisme kepada insan Pengayoman.
Kepala Kanwil Kemenkumham Kalsel, Faisol Ali di Banjarmasin, mengatakan sebagai aparatur Kemenkumham yang menjadikan hukum sebagai panglima dalam menegakkan keadilan serta perlindungan bagi masyarakat Indonesia, harus mengerti bahwa intoleransi adalah ancaman dari banyak konflik di dunia saat ini.
“Kami ingin seluruh pegawai dapat mengambil tindakan pencegahan, memperkuat nilai-nilai inklusif dan berperan aktif dalam mencegah intoleransi, radikalisme, dan terorisme,” ujarnya di Banjarmasin, Rabu (4/10/2023).
Oleh karena itu, pihaknya turut mendorong adanya kesadaran akan pentingnya isu ini dan keinginan untuk bersama-sama menjadikan Indonesia lebih aman dan damai.
Ia menambahkan, intoleransi, radikalisme, dan terorisme adalah masalah global yang mempengaruhi banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Ancaman ini tidak hanya merusak perdamaian dan stabilitas negara, tetapi juga membahayakan kehidupan warga negara.
Faisol mengapresiasi Densus 88 Anti Teror Polri yang telah bekerja sama menggelar kegiatan sosialisasi di Balai Pertemuan Garuda Kanwil Kemenkumham Kalsel.
“(Ini) dalam rangka menjaga keamanan negara dan mencegah penyebaran ideologi terorisme dan radikalisme di dalam birokrasi pemerintah,” katanya.
Sementara Kepala Satuan Tugas Wilayah Kalimantan Selatan Detasemen Khusus 88 Anti Teror, Kombes Pol Surya Putra, mengatakan bahaya intoleransi, radikalisme dan terorisme bisa terjadi dimana saja dan pada siapa saja, terkhusus di dalam instansi pemerintahan.
Oleh karena itu, ia mengingatkan agar jangan ragu untuk melaporkan atau memberikan informasi jika melihat potensi adanya radikalisme atau perilaku yang mengarah kepada hal tersebut.
“Melalui deteksi dini kita dapat melakukan pencegahan dengan melakukan asesmen sehingga tidak perlu sampai melakukan pendekatan yang represif,” ujar dia.