KUPANG – Pancasila memang bukan wahyu Ilahi, tapi di dalamnya terkandung nilai-nilai ajaran agama yang juga dirumuskan oleh para Ulama dan tokoh bangsa.
Demikian dikatakan Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan, saat menjadi narasumber pada kegiatan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), di Kupang beberapa waktu lalu.
“Jadi menjalankan nilai-nilai Pancasila, secara otomatis telah menjalankan ajaran agama,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Ken menceritakan pengalaman dirinya saat bergabung di NII, dan kenapa dirinya bisa keluar dari gerakan radikalisme tersebut.
Ken menjelaskan, awal mula dirinya terekrut masuk ke dalam jaringan NII karena telah belajar dengan orang yang salah. Disugesti menggunakan ayat Al-Quran, tapi lama kelamaan mulai menjelekan negara dan Pancasila, bahwa kondisi negara ini Dzalim dan Pancasila adalah buatan manusia, sehingga tidak layak ditaati karena batil dan dianggap taghut atau berhala.
Bahkan Pancasila dilempar dan di injak-injak karena jika masih meyakini Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, maka belum dianggap orang beriman, ibadahnya pun dalam doktrin mereka dianggap tidak diterima karena menyekutukan Tuhan.
Baca Lagi: Negara dan Agama Wajid Dijaga
Namun setelah dirinya bertemu dengan banyak tokoh dan para ulama yang moderat, Ken menyadari bahwa Pancasila bukanlah taghut atau berhala yang harus di tolak, diingkari dan ditinggalkan.
“Pancasila adalah ide berlian para pendiri bangsa, Pancasila sebagai ruang nilai yang menawarkan jawaban atas segala kondisi yang terjadi di masa kini dan di masa yang akan datang dengan menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan walaupun dalam perbedaan,” katanya.
Disempurnakan dengan Bhineka Tunggal Ika, walaupun beda agama, suku dan ras, tapi dalam sila pertama di tegaskan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang maha Esa, Tuhan kita Satu, Tuhan Semesta Alam yang menciptakan manusia hewan tumbuhan itu hanya satu, hanya setiap agama menyebut nama Tuhan-Nya dengan sebutan yang berbeda beda.
Dalam mensikapi perbedaan agama, Ken mengungkapkan dalam beragama tidak bisa disamakan, karena syariat yang diterima setiap agama memang berbeda beda, tidak boleh disamakan, jadi diterapkan konsep Lakum Dinukum Waliyadin yang artinya adalah bagimu agamamu bagiku agamaku.
Ia menyadari saat ini banyak orang yang mengaku agamis, tapi terdapat virus intoleran dan radikalisme atau disebut Orang Tanpa Gejala (OTG) Radikal.
“Mengaku kelompoknya yang benar sementara yang lain salah, bahkan sampai tahap mengkafirkan yang berbeda,” katanya.
“Jangankan lima sila dalam Pancasila di aplikasikan semua, satu saja dulu di aplikasikan dalam bermasyarakat maka kita akan menjadi orang yang damai,” tambahnya.
1 komentar