JAKARTA – Dalam situasi konflik yang berkepanjangan, sulit untuk benar-benar memahami kedalaman penderitaan yang dialami oleh warga sipil di Gaza. Di tengah serangan Israel, sebuah video yang muncul pada 21 Oktober dari Jabalia memberikan gambaran yang mengerikan tentang kondisi tersebut. Video ini seolah mengajak kita menjadi saksi mata atas tragedi yang tak terlukiskan.
Berbagai sumber berita melaporkan, para wartawan yang terhalang akses ke Gaza terpaksa mengandalkan rekaman video yang diunggah ke internet. Gambar-gambar tersebut menunjukkan pemandangan mengerikan: orang-orang terluka, mayat bergelimpangan, dan warga sipil yang terpaksa meninggalkan rumah mereka, berjalan melalui reruntuhan yang tidak dikenali.
Dikutip dari BBC, Jumat (25/10/2024), Sekolah Dasar Jabalia Boys menjadi salah satu lokasi yang diserang, diubah dari tempat belajar menjadi tempat penampungan bagi pengungsi. Dalam video tersebut, Nevine al Dawawi, seorang paramedis, terlihat panik berlari di antara korban yang tergeletak di dalam genangan darah, mencerminkan ketidakberdayaan dalam situasi yang sangat ekstrem.
Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024: Momen Rekonsiliasi untuk Persatuan Bangsa
“Saya tidak punya apa pun untuk menghentikan pendarahan ini,” teriak Nevine kepada seorang wanita yang terluka parah. Ia berupaya menyelamatkan mereka yang sekarat, namun keterbatasan alat medis sangat menyulitkan. Sehari-hari, Nevine dan rekan-rekannya hidup dalam ketakutan akan serangan lanjutan.
Nevine juga menjelaskan bahwa mereka telah “dikepung” di sekolah selama berhari-hari, tanpa akses makanan atau air bersih. “Pesawat tanpa awak Israel mengeluarkan ultimatum untuk evakuasi, dan setelah 10 menit, sekolah dibombardir,” katanya. Pembantaian tersebut menyebabkan lebih dari 30 orang terluka dan lebih dari 10 tewas.
Lina Ibrahim Abu Namos, salah satu warga yang terjebak dalam serangan, kehilangan dua anaknya. Dalam wawancara dengan wartawan BBC, ia menuturkan betapa sulitnya menyaksikan putrinya meninggal di depannya. “Saya tidak bisa menyelamatkannya,” katanya, menggambarkan tragedi yang banyak dialami oleh keluarga lainnya di Gaza.
Kondisi di Gaza tetap kritis, dengan laporan dari berbagai media yang menggarisbawahi bahwa tidak ada tempat yang aman. Dokter dan relawan terus berjuang di tengah situasi yang semakin memburuk, sementara dunia luar hanya bisa menyaksikan melalui layar.