Kepala BNPT: ASN Harus Berhati-hati Menggunakan Media Sosial

Nasional5 Dilihat

GARDANASIONAL, JAKARTA –  Dengan kemajuan teknologi pada saat ini, seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di seluruh intansi Kementerian / Lembaga (K/L) pemerintah diminta untuk selalu berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Para ASN harus bisa menyebarkan pesan perdamaian baik di dunia maya dan di dunia nyata, sebagai upaya untuk menjaga persatuan bangsa Indonesia.  Hal ini agar para ASN tidak mudah terpengaruh terhadap hasutan yang timbul dari ujaran kebencian sehingga dapat terpengaruh dengan paham kekerasan yang berujung pada paham radikal terorisme yang dapat merusak persatuan bangsa.

Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius, usai menjadi narasumber utama pada Rapat Koordinasi terkait Penguatan Wawasan Kebangsaan ASN terkait dalam Menangani Radikalisme di Kalangan ASN. Acara yang diselenggarakan oleh  Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) ini digelar di ruang Majapahit kantor Kemen PAN dan RB, Jakarta, Kamis (24/10/2019).

“Kepada seluruh ASN berhati-hatilah dan  musti bersifat arif dalam menggunakan media sosial. Karena di media sosial juga banyak sekali hal-hal yang tidak hanya merusak, tapi juga untuk ke arah destruksi bangsa. Oleh sebab itu ambil sisi yang positifnya dengan menyebar pesan perdamaian untuk menjaga persatuan bangsa,” ujarnya.

Di tengah era globalisasi sekarang ini seluruh masyarakat di dunia tidak bisa terlepas dari perkembangan teknologi. Namun demikian para pengguna harus bisa mengambil sisi positif untuk kemajuan bangsa.

“Memang kita tidak bisa juga terlepas dari perkembangan teknologi. Tapi ambilah yang baik untuk sisi kebangsaan, sehingga kita semua para ASN ini bisa maju untuk berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain,” katanya.

Terkait dengan  kemungkinan adanya ASN yang terpapar paham radikal terorisme, mantan Kabareskrim Polri ini mengatakan seluruh pihak untuk tidak bersikap under estimate. Hal tersebut bukan hanya di kalangan  ASN saja yang bisa terpapar paham tersebut. Namun semua pihak bukan tidak mungkin bisa terpapar.

“Tidak hanya ASN, semua komponen bangsa pasti ada juga yang terpapar. Katakan mungkin  terinspirasi oleh hal-hal yang yang tidak baik, khususnya dari sisi kebangsaan. Mereka bisa terpapar. Itu semuanya karena adanya  saluran teknologi informasi digital. Apalagii hampir semua ASN juga menggunakan itu (smartphone dan media sosial),” jelasnya.

Karenanya ia meminta kepada seluruh K/L untuk saling menjaga agar  bagaimana para ASN ini  mempunyai daya imunitas, daya resilience dalam menghadapi dinamika  yang terjadi.  “Karena ASN ini adalah orang-orang yang mengawal struktur daripada pemerintahan bangsa ini. Kita harapkan mereka betul-betul steril sehingga tidak ada kepentingan-kepentingan  lain kecuali untuk tujuan kebangsaan,” imbuhnya.

Untuk itulah dirinya diminta Kementerian PAN & RB yang juga dihadiri dari Badan Kepegawaian Negara (BKN)  dan juga Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk memberikan guidance  kepada  tim Taskforce dalam rangka proses penanganan radikalisasi yang ada di lingkungan ASN.

“Ini untuk mereduksi tingkat radikalisasi di lingkungan ASN dan kemudian juga untuk mencegah perkembangannya, termasuk pasca rekrutmen. Tadi sudah saya sampaikan bagaimana fenomena yang sudah ada sekarang ini,” kata perwira tinggi berpangkat tiga bintang ini.

Dalam Rakor tersebut pihaknya telah m treatment- treatment agar taskforce ini bisa menindak lanjuti terhadap situasi yang terjadi. Dengan adanya taskforce diharapkan agar ASN ini betul-betul tergantung dan terpetakan dengan baik apakah ada yang sudah terpapar dan juga proses rekrutmen kedepannya seperti apa.

“Cara-caranya tadi sudah kita berikan kepada forum ini untuk memberikan satu langkah yang baik dalam rangka  penanganan masalah ini. Sehingga kita harapkan beberapa tahun mendatang sudah bisa kita reduksi, dan kita ingin ASN kita ini kuat untuk berkontribusi kepada negara dalam rangka membangun pembangunan bangsa,” katanya.

Dengan adanya taskforce tersebut maka BNPT nantinya akan terus melakukan sharing data maupun informasi dan bekerja sama dengan seluruh task force itu sebagai upaya untuk meredam penyebaran paham radikal di lingkungan ASN.

“Nanti kita share sama-sama ke teman-teman dari Kementerian Lembaga dan yang tergabung dalam taskforce ini. Ini supaya kita bisa memberikan masukan-masukan mengenai bagaimana cara mengidentifikasi, kemudian  bagaimana memberikan treatmentnya. Karena  itu yang menjadi tugas pokok kita di BNPT,” jelasnya.

Sementara Sekretaris Kemen PAN & RB,  Dwi Wahyu Atmaji, mengatakan Rakor tersebut digelar sebagai upaya untuk mengurai masalah-masalah radikalisme di lingkungan ASN.

“Ini supaya kita tepat di dalam merumuskan berbagai masalah yang akan kita sikapi bersama. Intinya kita mengharapkan agar masalah-masalah seperti ini bisa ditangani dengan baik, terukur dan sistematis, sehingga dapat mencegah kegaduhan dan bisa tertangani dengan baik,” terangnya.

Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kemen PAN & RB, Setiawan Wangsaatmaja, menambahkan pihaknya bersama anggota taskforce selama ini telah melihat fonomena perkembangan radikalsime yang terjadi. Untuk itu pihaknya ingin mengetahui gambaran secara utuh dari Kepala BNPT mengenai fenomena bahaya radikal terorisme dan upaya penanganannya.

“Kita memandang bahwa ASN pun juga bukan tidak mungkin ikut terpapar. Untuk itu di ASN ini juga harus kita pikirkan bersama. Kami ingin mendapatkan pencerahan dari bapak, jangan sampai kita memandang ‘ini  radikal’ dan ‘ini tidak radikal’ yang  kemudian timbul selisih paham di dalam tim ini. Oleh karena itu ini salah satu yang ingin kami dapatkan dari pencerahan dari bapak Kepala BNPT,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana, usai mendapatkan penjelasan dari Kepala BNPT mengatakan bahwa ada beberapa entry point yang bisa dilakukan pihaknya yaitu untuk mencoba menyaring  orang  yang  akan  masuk ke birokrasi yaitu ASN.

“Pertama  yakni ASN yang akan masuk ke birokrasi. Ini supaya  clear  dan  clean. Kita tidak ingin memasukkan ASN baru yang memiliki paham yang berbeda dengan Pancasila dan NKRI,” imbuhnya.

Kedua, treatment terhadap ASN yang kemungkinan terpapar paham radikal tersebut. Dimana pihaknya akan menggunakan dua pola pendekatan yakni soft dan hard. Sehingga lebih mengutamakan pendekatan  yang  bersifat soft untuk pembinaan sebelum menggunakan pendekatan yang lebih keras.

“Jadi di ASN itu ada pembinaan. Kita akan mencoba menghimbau terlebih dahulu agar para ASN ini bisa bersikap bijak. Yang kita maksud Bijak disini yang utama adalah dalam menggunakan media sosial yang tidak bersifat radikalisme, ujaran kebencian, anti Pancasila dan anti NKRI,” ujarnya.

Kemudian kalau hal tersebut bisa diturunkan, maka pihaknya  mencoba masuk lebih dalam lagi untuk mencoba memberikan deradikalisasi terhadap para ASN yang sudah terpapar. “Ini agar mereka bisa kembali memiliki semangat dan keyakinan terhadap Pancasila dan NKRI,” katanya.

Ketiga, untuk  proses recruitment, pihaknya nanti membutuhkan pola screaning yang lebih mendalam. Dimana nantinya akan ada semacam model-model yang bisa menyaring  seperti baterai test, profiling atau  wawancara yang dilakukan oleh tim untuk seleksi di masing-masing instansi.

“Karena hal itu tidak mungkin dilakukan oleh tim nasional. Tim seleksi instansi ini nanti yang akan kita empower, yang akan kita berdayakam dengan kemampuan untuk melakukan tiga hal tadi,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Agus Pramusinto, menjelaskan salah satu tugas KASN adalah untuk mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN.

Sehingga sangat  penting bagi semua untuk memulai agar edukasi kepada ASN benar-benar dilakukan agar nilai-nilai nasionalisme, integritas  kebangsaan bisa diperkuat. “Dan baru kemudian kita akan sama-sama mengevaluasi apakah masih ada kelompok-kelompok yang memang masih menyebarkan paham-paham tersebut dilingkungan ASN atau tidak,” katanya.

Karenanya ia menghimbau, para ASN untuk tidak menyebarkan paham-paham radikal negatif seperti intoleransi, ujaran kebencian, anti Pancasila dan anti NKRI melalui media sosial yang dapat memecah persatuan bangsa.

“Seperti yang dikatakan Kepala BNPT, memang kita harus hati-hati dalam penggunaan sosial media. Di media sosial tentunya banyak hal yang positif, tetapi kalau kita tidak hati-hati dalam menggunakan media sosial, tentunya hal tersebut akan sangat membahayan diri pribadi dan juga terhadap bangsa ini,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *