SEMARANG – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkap anak muda menjadi target teroris atau radikalisme untuk direkrut di era digital.
Adapun pola perekrutan kelompok radikal dilakukan menyesuaikan perkembangan zaman yakni lewat media sosial (medsos).
Hal itu diungkapkan Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafli Amar, di Semarang, Selasa (7/3).
“Biasanya yang kita amati banyak melalui sosial media. Mereka bisa mengakses luas ke berbagai sumber informasi,” katanya.
Dia menjelaskan, biasanya kelompok radikal selalu mengumandangkan narasi-narasi berbau ideologi terorisme yang masuk ke kalangan mahasiswa.
“Biasanya narasi berbasis ideologi terorisme yang karakternya intoleran, menyalahgunakan nilai agama, menghalalkan kekerasan, anti kemanusiaan, anti keragaman,” kata dia.
Sedangkan untuk target kelompok intoleran menyasar kaum muda atau mahasiswa. Sebelum menyebarkan paham radikal dan terorisme mereka ingin menghubungi target yang disebarkannya paham radikal dan teroris.
“Jadi sudah ditargetkan, dia mendiseminasi nomor-nomor yang sudah ada. Siapa pemegang itulah mereka kerjasama teknik diskriminasi di antaranya bila ada tertarik dengan pola penyebaran bisa ikut,” ujarnya.
“Tapi fakta menunjukkan bahwa siapa yang pernah berurusan hukum teroris, itu biasanya pernah tersambung dalan sebuah komunikasi,” lanjut Boy.
Nantinya ke depan literasi digital bakal terus dijalankan oleh seluruh lapisan masyarakat agar tidak mudah terpengaruh berita hoax terutama narasi-narasi bernada kebencian.
“Kita terus dijalankan oleh semua pihak agar tidak mudah dipengaruhi informasi bersifat nada kebencian kepada kelompok agama entitas tertentu. Kelompok pengusung ideologi teroris mereka ingin anak bangsa satu sama lain pecah hingga bermusuhan membuat disintegrasi, harus kita waspadai,” katanya.
“Jadi sudah ditargetkan, dia mendiseminasi nomor-nomor yang sudah ada. Siapa pemegang itulah mereka kerjasama teknik diskriminasi di antaranya bila ada tertarik dengan pola penyebaran bisa ikut. Tapi fakta menunjukkan bahwa siapa yang pernah berurusan hukum teroris, itu biasanya pernah tersambung dalan sebuah komunikasi,” tambah dia.
Nantinya ke depan literasi digital bakal terus dijalankan oleh seluruh lapisan masyarakat agar tidak mudah terpengaruh berita hoax terutama narasi-narasi bernada kebencian.
“Kita terus dijalankan oleh semua pihak agar tidak mudah dipengaruhi informasi bersifat nada kebencian kepada kelompok agama entitas tertentu. Kelompok pengusung ideologi teroris mereka ingin anak bangsa satu sama lain pecah hingga bermusuhan membuat disintegrasi, harus kita waspadai,” ujar dia.