JAKARTA – Proses demokrasi harus dikelola agar tidak menyebabkan friksi di tengah masyarakat, khususnya dalam menghadapi intoleransi, mengingat intoleransi merupakan bibit radikalisme.
Demikian dikatakan Kepala BNPT, Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel, dalam Konsolidasi Kebangsaan bersama Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) dan Lembaga Persahabatan Ormas Keagamaan (LPOK), dikutip dari website BNPT RI, Minggu (10/9/2023).
“Faktor intoleransi adalah bibit utama dari radikalisme, kalau tidak dikelola dengan baik akan ada friksi-friksi di masyarakat,” ujarnya.
Pernyataan Rycko mengacu Hasil survei Litbang Kompas 2023 yang menunjukkan intoleransi menempati posisi pertama faktor penyebab polarisasi masyarakat jelang Pemilu 2024.
Menurut dia, faktor intoleransi harus diwaspadai, karena dapat diikuti faktor-faktor lain seperti hoaks, politik pemecah belah dan sebagainya.
Merebaknya intoleransi di tengah masyarakat, kata dia, merupakan hasil dari gerakan ideologi yang dilakukan oleh sel-sel teroris secara masif, sistematis dan terstruktur.
Oleh karena itu, perlu ada mekanisme bersama dari pemerintah, tokoh agama, masyarakat, termasuk akademisi dan media turut berperan dalam membangun kesadaran dan membangun ketahanan nasional, serta menciptakan iklim demokrasi yang sehat.
“Harus dibuat mekanisme secara kebersamaan, dengan tokoh agama, masyarakat, melibatkan semua pihak, jangan kita jadikan demokrasi untuk melakukan kebebasan yang kebablasan,” katanya.