JAKARTA – Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) III, Letjen TNI Richard T.H. Tampubolon, meminta jajarannya untuk memperketat pengamanan di wilayah perbatasan Indonesia-Papua Nugini, guna mengantisipasi dampak kerusuhan yang terjadi di negara tetangga tersebut.
Hal tersebut telah diinstruksikan oleh Richard ke jajarannya, khususnya kepada Satgas Pamtas Yonif 122/TS, yang berada di Kampung Skouw, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua.
Dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (16/1/2024), Richard mengatakan, kerusuhan di Papua Nugini tersebut berpotensi akan berpengaruh terhadap situasi pertahanan dan keamanan di perbatasan Indonesia-Papua Nugini.
“Kerusuhan yang terjadi di PNG perlu kita antisipasi, jangan sampai berimbas mengganggu situasi keamanan di perbatasan,” ujarnya.
“Kalian yang jaga di perbatasan ini harus lebih waspada lagi, terkait lintas negara, eksodus masyarakat PNG, penyelundupan senjata api, penyelundupan narkoba maupun tindak ilegal lainnya,” lanjutnya.
Sebelumnya, pada beberapa waktu lalu, Richard sempat melakukan kunjungan kerja, dan dalam kesempatan itu ia menyampaikan tugas pengamanan perbatasan Yonif 122/TS adalah untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI, baik melalui kegiatan pembinaan teritorial dan komunikasi sosial dengan tetap mengedepankan faktor keamanan.
“Seperti perintah Panglima TNI yaitu ‘TNI yang prima’, bertugas harus mengikuti aturan dan perundangan, namun jangan karena mengutamakan kegiatan pembinaan teritorial dan komunikasi sosial di lapangan, kalian tidak waspada, lengah dan tidak disiplin,” katanya.
Lebih lanjut, Richard menyebut keberadaan Satgas ini juga untuk membantu Pemda dan masyarakat agar lebih bersinergi terkait dengan pengamanan pelintas batas ilegal.
“Mewaspadai penyelundupan narkoba antara negara, eksodus masyarakat PNG, penjual senjata api ilegal dan kegiatan ilegal lainnya dengan cara melakukan pembinaan teritorial dan komunikasi sosial, seperti pengobatan masyarakat, menjadi guru, berkebun dan lain-lainnya,” ujarnya.
Sekadar diketahui, kerusuhan terjadi di ibu kota Papua Nugini. Kerusuhan bermula setelah sekelompok tentara, polisi, dan sipir, melakukan pemogokan usai pemotongan gaji tanpa alasan.
Warga yang tak puas dengan pemerintah ikut dalam aksi tersebut. Kerusuhan lalu menyebar hingga ke Kota Lae. Sejumlah orang menyerbu toko-toko melalui jendela kaca yang dipecah dan menjarahnya.
Video juga memperlihatkan banyak kepulasan asap hitam usai gedung-gedung dan mobil terbakar. Polisi sampai-sampai meluncurkan tembakan untuk membubarkan kelompok penjarah.
Buntut kerusuhan itu, pemerintah Papua Nugini menetapkan status darurat selama 14 hari. Mereka juga mengerahkan tentara di jalan-jalan untuk berjaga.