JAKARTA – Wacana pembubaran Front Pembela Islam (FPI) yang diungkapkan Panglima Kodam (Pangdam) Jaya, Mayjen TNI Dudung Abdurachman ternyata disambut Ketua Komisi I DPR RI, Meutia Hafid.
Dudung yang sebelumnya mengakui bahwa pencopotan baliho Habib Rizieq Shihab (HRS) adalah atas perintahnya, dianggap telah bertindak terlalu jauh dengan mengeluarkan statemen pembubaran FPI.
Meutia Hafid dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/11/2020), mengatakan dirinya sangat mendukung Pangdam Jaya dalam menegakkan persatuan di Jakarta.
“Ketegasan memang dibutuhkan saat ini, jika dibiarkan akan menjadi bibit pemecah bangsa Indonesia. Keberadaan organisasi yang disebut Pangdam Jaya dapat memecah persatuan, saat ini sudah sangat meresahkan,” ujar dia.
Menurut dia, FPI telah melakukan tindakan sewenang-wenang, juga mengingatkan tidak ada pihak yang boleh merasa ‘di atas’ hukum.
“Tidak ada yang boleh merasa melebihi hukum. Jika tidak mau menurut aturan Indonesia, silakan bubar atau tinggalkan Indonesia,” katanya.
Menanggapi pernyataan tersebut, Netizen kembali mengingatkan kisah beberapa tahun silam, tepatnya peristiwa ditahun 2005 lalu. Saat itu, Meutya sebagai reporter dan rekannya Udiyanto kameraman tertangkap oleh Mujahid Iraq Jaish Al Mujahidin ditanggal 15 Februari 2005.
Saat itu, ulama berperan besar dalam pembebasan Meutya dan Udiyanto. Terutama peran Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Hal tersebut diakui oleh Meutya dan ditulis dalam bukunya berjudul “168 Jam dalam Sandera, Memoar Seorang Jurnalis Indonesia yang disandera di Irak” mengabadikan goresan pena Ustadz Abu Bakar Ba’asyir di buku tersebut.
Ustadz Abu Bakar berhasil melakukan negosiasi dan Meutya beserta rekannya bebas 3 hari setelah penahanan tersebut (15 Februari 2005).
Menurut Netizen, Meutya tidak memiliki nurani. Bukan saja lupa pada peran Ulama, tetapi juga pada Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. “Seriusan nih? Itu gmn nurani nya yah, diam aja ngeliat orang yg bantu bebasin dia malah di ” siksa ” di penjara… Dah sepuh padahal. Klo pun beliau dianggap berbahaya, jadikan tahanan rumah kan bisa tuh… Less humanity.” Demikian menurut @PaopeiSuper.
Netizen lain menyesal kenapa waktu itu Meutya dibebaskan, harusnya dibiarkan saja karena dianggap tidak memiliki rasa balas budi terhadap Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. “Serasa pengen balik ke waktu itu dan biarkan dia di sandra.. Tak usah ulama kt menolongnya.. Air susu di balas Air Comberan Karma menantimu…” kata netizen @pikoanderson.