JAKARTA – Memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) TNI ke-75, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat setidaknya ada 76 peristiwa kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang diduga dilakukan atau melibatkan anggota TNI.
Staf Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS, Danu Pratama Aulia, mengatakan data tersebut merupakan catatan sepanjang Oktober 2019 hingga September 2020 dan tersebar di 19 provinsi, di mana Papua dan Papua Barat menjadi yang terbanyak dalam laporan tahunan tersebut.
“Angka ini tersebar pada 19 provinsi dan mengalami peningkatan dari jumlah kekerasan dan pelanggaran HAM tahun 2018-2019 yang berjumlah 58 peristiwa,” ujarnya di Jakarta, Senin (5/10/2020).
Danu menuturkan aktor kekerasan yang paling dominan adalah TNI AD, dengan 64 peristiwa. Kemudian TNI AL 11 peristiwa dan TNI AU 1 peristiwa. Dimana rincian bentuk kekerasan berupa 40 kasus penganiayaan, 19 kasus penembakan, 11 kasus intimidasi, 8 kasus penyiksaan, serta 3 kasus tindakan tidak manusiawi, bentrokan, perusakan dan konflik agraria.
“Kekerasan seksual dan pembubaran paksa dengan masing-masing 1 peristiwa,” kata dia.
Dari jumlah itu, terdapat 12 peristiwa yang terjadi di Papua dan Papua Barat dengan 33 orang tewas dan 24 orang luka-luka. Karenanya, kasus di wilayah timur Indonesia ini sebagai fenomena gunung es mengingat keterbatasan akses informasi.
Pihaknya juga mengkhawatirkan rencana pembangunan Kodim dan Koramil di Kabupaten Tambrauw, Papua Barat, yang justru akan memperpanjang catatan kekerasan. Apalagi di sisi lain, tindak kekerasan dan melanggar HAM anggota TNI tidak hanya menyasar kepada masyarakat sipil melainkan juga aparat kepolisian.
Menurut dia, hal tersebut menunjukkan kuasa yang sangat besar dimiliki oleh anggota TNI, tetapi tidak dibarengi dengan mekanisme akuntabilitas dan pengawasan yang baik.
“Kami mencatat 100 orang korban luka-luka, 43 orang tewas, 4 orang ditangkap dan 8 lainnya (tidak ada bekas fisik misalnya diintimidasi). Ada pun 13 dari seluruh korban adalah anggota Polri (10 luka-luka dan 3 tewas),” katanya.
Oleh karena itu, dari temuan tersebut KontraS meminta Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengevaluasi sistem pengawasan internal di tubuh TNI. Disamping itu, memastikan adanya proses hukum yang akuntabel terhadap seluruh anggota TNI yang melakukan pelanggaran HAM.
“Termasuk atasan, baik yang memberikan instruksi ataupun melakukan pembiaran terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan oleh bawahannya,” ujar dia.