JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Bupati Tulungagung, Maryoto Birowo, dalam pemeriksaan dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2018.
Maryoto Birowo dipanggil sebagai saksi untuk tersangka mantan Ketua DPRD Tulungagung, Supriyono (SPR). Usai diperiksa, ia mengaku dicecar sebanyak 27 pertanyaan terkait tugasnya sebagai wakil bupati saat itu.
Diketahui, sebelum menjabat Bupati, Maryoto pernah duduk sebagai Wakil Bupati Tulungagung. Namun saat itu Bupati Tulungagung periode 2013-2018, Syahri Mulyo terjerat kasus dan ditetapkan oleh lembaga antirasuah sebagai tersangka. Sehingga Maryoto otomatis mengisi posisi sebagai Plt Bupati Tulungagung.
“27 (pertanyaan), mekanisme saja, tugas pokok wakil bupati, Plt (pelaksana tugas),” ujarnya di Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Menurut Maryoto, pemeriksaan itu hanya meluruskan satu proses mekanisme. Meski demikian, ia tak menjelaskan mekanisme apa yang dimaksud.
“Hanya meluruskan saja ya seperti satu proses mekanisme saja,” katanya.
Sebelumnya, pada 13 Mei 2019, eks Ketua DPRD Tulungagung, Supriyono ditetapkan tersangka pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD atau APBD-P Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018. Ia diduga menerima suap sebanyak Rp4,88 miliar.
Menurut KPK uang tersebut diduga berasal dari Syahri Mulyo sebagai syarat pengesahan APBD dan/atau APBD Perubahan. Bahkan dalam perkara sebelumnya, Syahri Mulyo terbukti menerima suap dari sejumlah pengusaha di Tulungagung.
Saat persidangan Syahri Mulyo, terungkap adanya uang yang diberikan ke Ketua DPRD sebagai biaya unduh anggaran bantuan provinsi. Selain itu, terjadi praktik uang mahar guna mendapatkan anggaran Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), maupun bantuan provinsi yang dikumpulkan dari uang fee para kontraktor, lalu diberikan kepada Supriyono.
Dalam sidang terungkap, Supriyono menerima Rp3,75 miliar dengan rincian, penerimaan fee proyek APBD Murni dan APBD Perubahan selama empat tahun berturut pada 2014-2017 sebesar Rp500 juta setiap tahunnya atau total sekitar Rp2 miliar.
Selanjutnya, penerimaan yang diduga memperlancar proses pembahasan APBD, mempermudah pencairan DAK, dan bantuan keuangan provinsi sebesar Rp750 juta sejak 2014-2018. Kemudian, fee proyek di Kabupaten Tulungagung selama tahun 2017 sebesar Rp1 miliar.