JAKARTA – Pemerintah mengklaim telah melakukan deradikalisasi terhadap 117 mantan narapidana teroris (Napiter) selama 2020. Sebanyak 48 di antaranya, pernah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah (Jateng) yang memiliki fasilitas penjara dengan pengamanan tingkat tinggi untuk napi terorisme.
“Informasinya, di Nusakambangan sudah ada 48 mantan napi teroris yang sekarang sudah kembali ke NKRI. Menyatakan kesetiaan dan menunjukkan perilaku NKRI,” ujarnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, di Jakarta, Minggu (8/3/2020).
“Tahun 2020 ini ada lebih dari 117 napi terorisme di seluruh Indonesia. Kita kan punya program deradikalisasi, orang yang pernah terpapar atau terlibat terorisme disadarkan kembali,” Mahfud melanjutkan.
Menurut Mahfud, soal kesiapan para mantan napiter bersosialisasi dengan masyarakat, perlu memperhatikan prosedur hukum lainnya. Termasuk masa tahanan.
“Nanti ada prosedur-prosedur lain. Prosedur-prosedur hukum lain. Apakah hukumannya sudah habis belum? Kan, gitu. Kalau sudah habis, nanti mau dikemanakan,” kata dia.
Pihaknya juga mempertegas informasi terkait pemblokiran paspor para warga negara Indonesia (WNI) terduga teroris di luar negeri (foreign terrorist fighters/FTF). Hal tersebut merupakan kesepakatan pemerintah untuk penolakan eks WNI yang telah bergabung dengan kombatan ISIS.
“FTF-FTF yang sudah terindentifikasi, paspornya ditutup dulu. Diblokir dulu. Karena dia dalam proses tidak boleh pulang,” katanya.
Meski demikian, Mahfud tak merincikan siapa saja WNI terduga teroris di luar negeri yang paspornya diblokir. Dengan alasan menjaga privasi para WNI tersebut.
Mahfud MD sebelumnya, menjelaskan pemerintah tetap membuka opsi memulangkan anak-anak eks WNI yang tergabung dalam foreign terorist fighter dan eks anggota ISIS ke Indonesia.
“Anak-anak di bawah 10 tahun akan dipertimbangkan tapi case by case. Ya lihat saja apakah ada orangtuanya atau tidak, yatim piatu (atau tidak),” kata dia.