JAKARTA – Idul Fitri memiliki arti kembali kepada fitrah kemanusiaan yang mengacu kepada tiga nilai utama. Pertama keimanan, kedua kebaikan, dan ketiga keindahan. Maka pada konteks Idul Fitri tahun ini, umat Islam harus memaknainya agar memberikan rasa aman, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Caranya, mengokohkan kebersamaan dan kepatuhan dengan memakai masker, menjaga jarak, dan selalu mencuci tangan, untuk menyempurnakan kemenangan di hari Fitri.
Demikian diungkapkan Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanulhaq, di Jakarta, Selasa (11/5/2021).
“Itulah sesungguhnya hakikat Idul Fitir, karena kalau kita memiliki rasa aman, akan terjadi kebaikan di tengah masyarakat. Kebaikan yang diharapkan adalah tidak menyebarnya Covid-19,” ujarnya.
Nilai-nilai kebaikan harus menjadi prinsip utama umat Islam dalam merayakan Idul Fitri, walau dalam keterbatasan. Selain itu, kemenangan pada Idul Fitri sesungguhnya terletak pada kemampuan meraih kebahagiaan dan hanya bisa dicapai atas tiga hal.
Pertama, tazkiyatun fafsi (pensucian diri), tidak boleh ada iri, dengki, dendam, penyebaran hoax, dan fitnah.
“Tidak boleh ada upaya untuk merancang perilaku radikalisme atau terorisme, karena orang yang hatinya suci akan selalu mencintai sesama dan mencintai negeri,” kata dia.
Kedua, kebahagiaan dan kemenangan dicapai dengan dzikir, dengan banyak menyebut nama Allah. Hal itu juga menjadi momentum penting ketika memakai masker, menjadi tanda bahwa tidak boleh berbohong, memfitnah, memprovokasi, dan mengumbar janji yang tidak akan bisa dipenuhi.
Ketiga, melakukan shalat. Shalat menjadi inti utama dalam ajaran Islam, di mana orang yang melakukan bakal dijauhkan dari nilai-nilai fahsya dan mungkar.
“Orang yang rajin salat, tidak akan berani mencaci maki, memfitnah saudaranya sendiri. Ia akan selalu menciptakan nilai-nilai perdamaian dan keselamatan,” katanya.
Oleh sebab itu, Idul Fitri adalah momen dimana umat harus saling menguatkan dan kembali ke trilogi hubungan. Pertama adalah hubungan dengan Allah (habluminallah). Kedua, (habluminannas) hubungan dengan sesama manusia. Ketiga, hubungan dengan alam semesta.
Maman menilai, Idul Fitri sebenarnya momentum yang tepat untuk menghentikan kembali fitnah hoax dan ujaran kebencian. Karena itu, dakwah harus diisi ajakan untuk terus merajut asa .
“Jangan jadikan mimbar-mimbar dakwah menjadi mimbar debat pemecah ukhukwah,” kata dia.