Menteri Bahlil: IMF Tak Usah Campuri Urusan Indonesia Soal Larangan Ekspor Bijih Nikel

Internasional, Nasional1167 Dilihat

JAKARTA – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menyarankan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) untuk mengurusi negara-negara bermasalah saja, ketimbang memberikan rekomendasi terkait hilirisasi ke Indonesia. 

Hal itu merespons rekomendasi IMF yang meminta Indonesia meninjau kembali kebijakan hilirisasi, dan mempertimbangkan menghapus secara bertahap kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang sudah diterapkan sejak 1 Januari 2020. Pernyataan IMF tersebut tertuang dalam dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia. 

“Saran saya, dia (IMF) mendiagnosa saja kepada negara-negara yang hari ini lagi susah, enggak usahlah campur-campur ngurus Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Jumat (30/6/2023). 

Bahlil menjelaskan, Indonesia saat ini dalam kondisi yang baik, seiring dengan pulihnya perekonomian domestik usai tekanan pandemi Covid-19 selama tiga tahun terakhir. Oleh sebab itu, Indonesia sedang tidak memerlukan rekomendasi dari IMF. 

Sebagai informasi, IMF memiliki peran sebagai lembaga keuangan internasional yang menyediakan bantuan keuangan berupa pinjaman, serta memberikan masukan kepada negara anggotanya yang bermasalah. 

Bahlil bilang, kondisi ekonomi Indonesia yang baik itu diakui pula oleh IMF dalam dokumen tersebut. Tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terjaga di kisaran 5 persen dan inflasi yang berada di bawah 5 persen. 

Pada sisi neraca perdagangan juga tercatat surplus selama 25 bulan berturut-turut, serta investasi langsung asing (foreign direct investment/FDI) tumbuh sekitar 20 persen di kuartal I-2023. IMF sendiri memproyeksi secara keseluruhan tahun 2023 FDI Indonesia akan tumbuh 19 persen. 

“Dia (IMF) kan mengakui Indonesia bahwa pertumbuhan ekonominya sudah baik, neraca perdagangan baik, tapi kenapa dia bilang (rekomendasi soal hilirisasi dan larangan ekspor), ini standar ganda, ada apa di balik ini?,” kata dia. 

Bahlil menegaskan, pada dasarnya kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor komoditas mentah merupakan langkah tepat yang diambil oleh pemerintah. Kebijakan ini merupakan upaya Indonesia untuk menjadi negara maju. 

Oleh sebab itu, pemikiran-pemikiran dari pihak luar yang tidak objektif dan menghambat kemajuan Indonesia, tidak perlu menjadi pertimbangan untuk mempengaruhi kebijakan yang saat ini sedang dijalankan. 

“Kita menghargai pandangan mereka, tapi kita tidak boleh terpengaruh pandangan mereka, ketika ada satu pemikiran-pemikiran yang lahir dari mereka, yang menurut pandangan kita tidak objektif dan tidak tahu arah tujuan negara kita,” katanya.

“Yang tahu tujuan negara ini, adalah kita sendiri, pemerintah Indonesia dan rakyat Indonesia, bukan negara lain,” tambah Bahlil. 

Ia menambahkan, masa-masa Indonesia menjadi ‘pasien’ IMF sudah berlalu. Pada krisis ekonomi 1998, Indonesia pernah mengikuti saran kebijakan ekonomi yang direkomendasikan IMF. 

Bahlil bilang, rekomendasi itu pada akhirnya tidak cocok dengan kondisi Indonesia, sehingga membuat terjadinya deindustrialisasi. RI juga sempat memiliki utang ke IMF untuk bangkit dari krisis 1998. 

Namun, utang tersebut berhasil dilunasi Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

“Jadi saran saya, IMF kasihlah rekomendasi kepada negara yang lagi gagal, dan utang kita (Indonesia) sudah selesai dengan IMF,” ujar dia mengakhiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *