JAKARTA – Momentum Idul Fitri merupakan hari kemenangan dan kebahagian. Namun ternyata tidak semuanya merasakan hal tersebut, terutama yang berada di daerah konflik seperti Palestina. Karenanya, dapat diwujudkan dalam menyuarakan solidaritas kemanusiaan dengan tetap merawat kebangsaan dan kebhinekaan yang ada.
Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ali M. Abdillah, mengatakan momentum Idul Fitri tahun bertepatan dengan memanasnya masalah Palestina-Israel. Oleh sebab itu, ada tiga hal yang bisa dilakukan bangsa Indonesia untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina yaitu doa, diplomasi, dan bantuan kemanusiaan.
“Persoalan Palestina ibarat benang kusut, posisi rakyat Palestina terjepit satu sisi antara konflik politik Palestina seperti fraksi Hamas dan Fatah yang sampai sekarang tidak kunjung selesai. Kemudian di sisi lain dihimpit oleh predator israel,” ujarnya di Jakarta, Kamis (20/5/2021).
Seharusnya masalah internal di Palestina sudah bisa diatasi. Ia mencontohkan yang dilakukan Indonesia ketika menghadapi kolonialisme Belanda yang semua tokohnya sepakat satu kata.
”Maka untuk mengurai persoalan Palestina itu paling pertama adalah menyelesaikan persoalan internalnya sendiri. Karena mau kita mendukung kayak apapun tapi yang di dalam negara Palestina itu berantem ga selesai-selesai,” katanya.
Selain itu, perlu juga strategi diplomasi terutama dengan negara-negara muslim. Karena dukungan politik sangat penting bagi Palestina termasuk dari Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
”Seperti Turki, di satu sisi mereka mengecam Israel, tapi disisi lain punya bisnis dengan Israel. Begitu juga Yordania, Mesir dan Arab Saudi. Jadi mereka belum satu kata, sehingga tidak mampu menghadapi kekuatan israel yang memang sudah memiliki kekuatan dukungan politik seperti di PBB, kemudian di negara-negara Eropa dan Amerika,” kata dia.
Langkah yang telah diambil oleh pemerintah Indonesia melalui OKI itu sudah tepat. Mendukung Palestina melalui prosedur diplomasi internasional secara tepat dan terukur. Apalagi Ali OKI juga banyak dikritik, karena selama ini tidak bisa berbuat apa-apa dalam membantu Palestina.
”Suaranya terlalu lemah dan tidak punya kekuatan untuk bisa diperhatikan oleh pihak Israel. Padahal OKI ini kan gabungan negara-negara muslim,” ujar dia.
Ia berharap, masyarakat Indonesia berhati-hati dengan banyaknya sumbangan untuk Palestina yang dibuka baru-baru ini. Harus dilihat lembaga mana yang bisa dipercaya, karena sebelumnya pihak duta besar Palestina di Indonesia menyampaikan bahwa mereka tidak pernah mendapatkan bantuan dari para donatur.
”Lha terus dananya kemana, ini yang harus diwaspadai. Seperti yang dilakukan oleh PBNU melalui LAZISNU, ini menurut saya lebih akuntabel karena PBNU sudah komunikasi langsung dengan duta besar Palestina,” katanya.
Selain itu, jika ada ajakan berangkat ke Palestina, hendaknya dipikirkan dengan baik. Karena kalau orang Indonesia dengan semangat jihad mau membela Palestina tapi tidak memiliki skill atau teknik perang serta tidak mampu mengoperasikan senjata modern bakal sulit.
”Kalau mau bantu membangun rumah sakit atau yang lain ya tidak apa-apa. Tapi kalau sampai jihad dalam pengetian perang fisik ini tentu sudah tidak tepat. Karena perangnya sudah perang teknologi tinggi,” ujar dia.