JAKARTA – Persoalan khilafah telah selesai sejak lama dan tidak perlu lagi diperdebatkan implementasinya, apalagi mewacanakannya sebagai sebuah sistem pemerintahan di Indonesia.
Hal itu dikatakan Ketua Badan Penanggulangan Ektremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI), H. Muhammad Syauqillah, di Jakarta, Rabu (29/6).
“Kekhilafahan itu sudah berhenti di era Khulafaur Rasyidin, setelahnya muncul berbagai dinasti hingga era Usmani (Turki) yang selesai pada tahun 1923,” ujarnya.
“Penggunaan terminologi khalifah juga sudah selesai, Usmani menggunakan kata khalifah untuk menyebut penguasa. Jadi tidak perlu lagi di wacanakan sebagai sebuah sistem pemerintahan di Indonesia,” lanjutnya.
Menurut dia, Usmani menggunakan sistem pemerintahan Daulah, Daulah Usmaniyah bukan Khilafah Usmaniyah, sehingga disinilah kelemahan literasi dari para pengusung atau simpatisan Ideologi Khilafah.
“Pasca Usmani, banyak sekali wilayah yang mendeklarasikan diri sebagai negara bangsa, baik dalam bentuk kerajaan dan sebagainya, termasuk Indonesia yang memilih sebagai negara Pancasila,” kata dia.
Baca Lagi: Cegah Teroris, BNPT-Bakamla Jalan ‘Bareng’
Dalam perjalanannya, Indonesia sejatinya melalui para founding fathers, ulama, serta para tokoh telah menyepakati diri sebagai darul ahdi wal syahadah atau negeri yang penuh dengan kedamaian serta darul mitsaq atau negeri kesepakatan. Sehingga sistem yang ada di bangsa ini sudah selesai dan telah bersepakat dalam konteks berbangsa dan bernegara.
“Bagi yang masih mengkampanyekan khilafah, perlu sadari betul bahwa para ulama terdahulu telah melakukan ijtiha, dan telah bersepakat atas rumusan dalam bernegara,” katanya.
Perlu Keterlibatan Stakeholder Waspadai Ideologi Khilafah
Karena itu, perlu ada upaya nyata dari berbagai stakeholder guna mewaspadai ideologi khilafah yang kian hari semakin massif hingga masuk pada lini-lini kehidupan masyarakat.
“Ini berkenaan dengan literasi masyarakat, tentang bagaimana sessungguhnya sejarah dan makna khilafah itu perlu dilihat, kalau ada berbagai macam versi dan sejarah sebaiknya dibaca semua dan dipertimbangkan seperti apa (kebenarannya),” ujar dia.
Selain itu, perlu adanya langkah atau kampanye yang berkesinambungan terkait narasi alternatif yang juga harus sesuai atau mendekati kepada Bahasa dan selera konten anak muda. Misalnya tentang terminologi kekhilafahan, khalifah, dan kampanyenya harus simultan dan berkesinambungan.
Pemerintah juga melakukan upaya konkrit guna memotong gerak kelompok radikal pengusung khilafah, melalui penguatan kontra narasi dan wacana yang didiseminasikan melalui semua lini dan sumber daya yang ada. Disamping melalui penguatan regulasi.
“Mau tidak mau, hampir 90 persen ini berkenaan dengan ideologi dan harus direspon, tidak bisa didiamkan begitu saja. Harus ada regulasi yang jelas dan matang, artinya harus dengan memperhatikan hak-hak asasi warga negara,” ujarnya.
Regulasi yang diharapkan tidak hanya penindakan hukum tegas kepada pelaku, namun juga menyediakan metode soft approach yang berisi pola pembinaan dan deradikalisasi agar siapapun yang pernah terjerumus dalam ideologi kontemporer tersebut dapat kembali kepelukan NKRI.
2 komentar