JAKARTA – Menentukan nasib ratusan warga negara Indonesia (WNI) eks simpatisan ISIS, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD menggelar rapat bersama Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, dan Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi.
Mahfud mengatakan, nantinya dalam rapat tersebut bakal membahas sejumlah opsi yang akan diambil pemerintah terkait nasib WNI eks ISIS tersebut, yang bakal dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Kami sudah membuat alternatif-alternatif yang nanti siang akan dilaporkan ke presiden,” ujarnya di Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Menurut Mahfud, wacana pemulangan sekitar 600 WNI eks ISIS sempat menimbulkan pro dan kontra. Sebagian masyarakat sepakat agar mereka tak perlu dipulangkan ke tanah air. Sebab hanya akan menjadi virus yang merusak Indonesia dari dalam. Namun Komnas HAM serta beberapa tokoh seperti Din Syamsudin mendorong pemerintah memulangkan mereka.
“Tapi, ada yang mengatakan juga enggak bisa dong. Masa melindungi segelintir orang tapi mengancam 267 juta orang,” katanya.
Oleh sebab itu, semua aspirasi tersebut bakal ditampung sebelum Presiden Jokowi mengambil keputusan. “Pasti menjadi dasar untuk dibahas,” kata dia.
Sebelumnya, Kepala BNPT, Komjen Pol Suhardi Alius, memastikan hingga saat ini belum ada rencana memulangkan sekitar 600 Warga Negara Indonesia (WNI) eks simpatisan ISIS ke tanah air.
“Kita luruskan kembali, bahwa informasi tentang pemulangan itu sampai sekarang belum ada,” ujarnya di Jakarta, Jumat (7/2/2020).
Saat ini pihaknya hanya mendapatkan informasi sekian 600 orang Foreign Terrorist Fighter (FTF)) dan keluarganya mengaku berkewarganegaraan Indonesia. Namun belum dilakukan verifikasi. Oleh karena itu, BNPT meluruskan berita di berbagai media massa yang simpang siur terkait rencana pemerintah memulangkan WNI Eks ISIS dari Suriah.
“Akibat banyaknya berita yang penjelasannya kurang utuh, membuat masyarakat menjadi resah,” kata dia.
Dari informasi yang didapatkan, lanjut Suhardi, kemudian dilaporkan ke Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD dan juga beberapa lembaga terkait, seperti Badan Intelijen egara (BIN) dan Kepolisan dalam hal ini Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror.
“Dari informasi yang didapat tersebut kami rapatkan, bagaimana menangani informasi semacam ini. Pak Menkopolhukam tidak langsung (memberi keputusan). Kami (BNPT) yang memberikan paparan, kemudian Kementerian/Lembaga (K/L) lainnya yang memberikan tanggapan dengan berbagai aspek dan pandangannya,” ujar dia.
“Sekarang masih dalam pembahasan. Jadi tidak ada dan belum ada keputusannya sama sekali (pemulangan WNI tersebut). Ini yang perlu saya luruskan dulu,” Suhardi menambahkan.
Dari informasi yang didapat, mayoritas eks simpatisan ISIS yang mengaku WNI terdiri atas perempuan dan anak-anak. Namun pihaknya bakal mengklarifikasi terlebih dahulu, karena data yang ada masih berupa nama biasa dan belum lengkap. Bahkan beberapa hanya foto.
“Mereka saat ini berada di tiga kamp yang ada di Suriah yakni Al-Roj, Al-Hol dan Ainisa. Informasi itu masih mentah dan butuh diverifikasi. Kita tidak dari pengakuan mereka-mereka saja. Karena beberapa di antaranya bilang katanya asal orang Indonesia. Tapi mana buktinya? Mereka enggak bisa juga jawab. Ini tentu perlu verifikasi,” ujarnya.
Nantinya dalam proses verifikasi, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bakal mengecek data kependudukan mereka. Sementara Densus 88 bakal turut memetakan rekam jejak mereka terkait aktivitas terorisme.
“Jadi ada empat instansi minimal untuk verifikasi, sehingga kita mendapatkan data yang valid,” kata dia.
“Mereka sudah punya pengalaman (pemahaman ideologi kekerasan) semacam itu. Nah, ini perlu jadi pemikiran kita semua sebelum mengambil keputusan,” Suhardi melanjutkan.
Setelah proses identifikasi selesai, selanjutnya pemerintah akan membahas kembali. Sebab ada banyak pertimbangan yang bakal dikaji sebelum mengambil keputusan. Salah satu aspek hukum dan hak asasi manusia (HAM). Karena di dalam Undang-undang, seorang warna negara yang ikut berperang di negara lain, akan kehilangan kewarganegaraan.