Natalius Pigai Curhat ke Menhan Amerika: Kami Butuh Perhatian

Nasional3 Dilihat

JAKARTA – Negara memelihara dan mengelola rasisme sebagai alat pemukul tiap orang yang berseberangan dengan kekuasaan. Tak hanya itu, rasisme saat ini telah menjadi kejahatan kolektif negara pada orang Papua.

Hal itu diungkapkan eks Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, dalam akun Twitternya sekaligus mencurahkan perkara dugaan rasialisme yang diterimanya kepada Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Lloyd Austin, Senin (25/1/2021).

Pigai diketahui mendapat serangan rasialisme dari politikus Partai Hanura, Ambroncius Nababan lewat akun Facebook-nya. Di dalam unggahan itu, foto Pigai disandingkan dengan foto gorila disertai komentar terkait vaksin.

“Aku bangga padamu, mr @Lloydah orang kulit hitam Afrika-Amerika paling kuat di dunia,” cuitnya.

Ia menjelaskan, perlawanan terhadap rasialisme di Indonesia, dalam hal ini warga Papua, telah berlangsung selama lebih dari 50 tahun. Oleh sebab itu, pihaknya sangat membutuhkan perhatian akan hal itu.

“Kami telah melawan rasisme kolektif (negara) Indonesia terhadap orang kulit hitam Melanesia Afrika (Papua) lebih dari 50 tahun. Penyiksaan, pembunuhan & genosida perlahan. Kami butuh perhatian,” katanya.

Menurutnya, selama pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), pembantaian, pembunuhan, dan kejahatan HAM di Papua cenderung didasari rasisme. Karena itu, orang Papua tak bisa hidup nyaman dengan bangsa rasialis.

“Seluruh kejahatan di Papua didasari oleh kebencian rasial. Orang Papua tidak akan pernah bisa hidup nyaman dengan bangsa rasialis,” kata dia.

Ia minta pemerintah pusat memberikan kebebasan terhadap rakyat Papua. Sebab dikhawatirkan memicu instabilitas, karena konflik rasi di Papua.

“Jakarta harus buka kran demokrasi dengan Rakyat Papua. Kalau tidak, maka saya khawatir instabilitas bisa terjadi karena konflik rasial di Papua. Saya orang pembela kemanusiaan berkewajiban moral untuk ingatkan,” kata Pigai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *