JAKARTA – Pelanggaran kedaulatan wilayah Indonesia di Laut Cina Selatan (LCS), dengan adanya beberapa kali kasus pelanggaran yang dilakukan kapal nelayan Tiongkok dengan dilindungi kapal penjaga keamanan laut negara itu, menjadi persoalan serius bagi komponen bangsa.
Demikian diungkapkan Asisten Teritorial (Aster) Panglima TNI, Mayjen TNI George Elnadus Supit, saat membuka seminar Nasional Koraburasi, di Jakarta, Rabu, (26/2/2020).
Supit menjelaskan, masuknya kapal-kapal nelayan Cina secara ilegal di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, dengan pengawalan Coast Guard ke Laut Natuna membuat hubungan Indonesia-Tiongkok sempat memanas.
Menurutnya, kawasan perairan laut Natuna Utara yang secara administrasi masuk wilayah kabupaten Natuna, merupakan gerbang terluar Indonesia di bagian utara.
Secara yuridis laut, lokasi itu menjadi wilayah indonesia dengan berpegang pada ZEE Indonesia. Sementara Tiongkok juga mengklaim sepihak bahwa lokasi itu merupakan miliknya.
“Cina mengklaim itu menjadikan sembilan garis putus-putus (nine line) sebagai patokan,” katanya.
Ia berharap kegiatan tersebut dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah, sehingga dapat menyumbangkan solusi atas persoalan yang terjadi bagi kepentingan nasional.
Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan pihaknya mendorong Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk penambahan armada. Karena Indonesia sebagian besar merupakan wilayah laut.
“Kita akan dorong Kemhan untuk memperbanyak armada, karena dengan wilayah yang begitu luas saya pikir perlu penambahan kapal laut,” ujarnya.
Penambahan anggaran untuk pengadaan kapal, lanjut Dasco, nantinya harus dibicarakan dengan legislatif. Namun secara pribadi, ia mendukung penambahan anggaran untuk pengadaan kapal.
“Saya pribadi dukung demi pertahanan dan kedaulatan negara kita,” katanya.
Menurut Dasco, dari informasi yang dihimpunnya, persoalan pertahanan laut memang memiliki kendala, terutama pada kapal-kapal perang.
“Memang kapal-kapal yang sangat terbatas walaupun dengan kapal terbatas semangat juang TNI AL tetap tidak akan surut,” ujar dia.
Senada dengan Dasco, Wakil Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari juga sepakat untuk penambahan anggaran Bakamla guna menjaga perairan Natuna dari negara lain.
“Jika diusulkan, kita akan dukung. Melihat risikonya, dampaknya seperti ini,” katanya.
Indonesia sudah memiliki dasar yang kuat untuk mempertahankan Natuna dari negara lain. Hal itu mengacu hukum internasional yang ditetapkan pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) Tahun 1982.
Karena itu, kata Kharis, pemerintah perlu memperkuat armada Bakamla. “Dulu-dulu mungkin tidak terlalu terasa bahwa coast guard kita, kapal-kapalnya masih dengan kemampuan yang belum sepadan dengan coast guard asing,” ujarnya.
Ia menjelaskan, pada 2019 Bakamla mendapat kucuran anggaran mencapai lebih dari Rp400 miliar. Kendati dalam Anggaran Belanja Negara 2020 penambahan anggaran tersebut tidak dibahas, permasalahan Natuna jadi tantangan besar bagi Indonesia.
“Kalau kita gunakan angkatan laut enggak boleh, karena ini permasalahan coast guard,” ujar dia.