JAKARTA – Pancasila sebagai dasar negara, falsafah, dan pandangan hidup bangsa, sebenarnya sudah menjadi vaksin terbaik bagi masyarakat dalam meningkat daya imunitas guna menghadapi virus radikal terorisme. Bahkan pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dapat mencegah paham radikalisme tersebut.
“Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya seluruh rakyat dan warga Indonesia harus mempunyai Tuhan dan harus beragama. Selama ini tidak ada agama yang mengajarkan tentang radikalisme dan terorisme. Sehingga kalau sila pertama ini sudah meresap di dalam jiwa, maka tidak akan ada yang namanya terorisme maupun radikalisme,” ujar Wakil Ketua Pembina Pengurus Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PP Perti), Anwar Sanusi, di Jakarta, Selasa (23/6/2020).
Ia meyakini, agama manapun itu mengajarkan kepada para umatnya untuk kasih sayang dan saling mengasihi sesama manusia. Karenanya, apabila nilai-nilai Pancasila seperti sila pertama diresapi, maka tidak akan ada terorisme, radikalisne, bahkan separatisme.
Ia menjelaskan, Pancasila pada hakekatnya menghendaki keadilan. Oleh sebab itu, untuk mencapainya maka direkatkan terlebih dahulu dengan sila kedua yakni, Kemanusian yang Adil dan Beradab.
“Sebagai manusia Indonesia maka akan ada yang dalam Islam disebut ‘hablum minannas’ yakni hubungan horizontal, antar manusia untuk saling hormat menghormati, saling beretika baik dalam tindak tanduk maupun di dalam perkataan,” katanya.
Kemudian pada sila ketiga, Persatuan Indonesia, di dalam Islam disebut sebagai ‘Wa’tasimu bihablillahi jami’a wala tafarroqu’ yang artinya Bersatulah bersama-sama, jangan terpecah belah.
“Jika dalam Pancasila itu kita mengenalnya dengan sebutan Bhineka Tunggal Ika, walaupun kita bersuku-suku bangsa, berbeda agama, tetapi kita tetap bersatu. Jadi nilai-nilai Pancasila itu sebenarnya sangat luhur sekali,” ujar dia.
Oleh sebab itu, jika masyarakat benar-benar mengamalkan Pancasila dengan konsekwen, maka kehidupan di Indonesia tentu akan damai. Sanusi menegaskan, jika ada yang melakukan radikalisme dan hal-hal yang tidak terpuji, tentu bukan ajaran Islam. Oleh karenanya mengingatkan umat muslim, jika belajar agama tentunya tak mengambil referensi yang salah.
Disamping itu, melihat aksi teror banyak dilakukan para pelaku yang berusia muda, dirinya meminta agar generasi muda belajar agama dan mendalami pada ajaran-ajaran yang benar.
“Sekarang ini kita tahu bahwa ada istilah ‘Mbah’ Google. Mungkin orang belajar dari Google dan sebagainya itu juga boleh saja, tetapi harus pakai referensi-referensi yang benar,” katanya