JAKARTA – Penyidikan dugaan korupsi pembelian alat utama sistem persenjataan berupa Helikoter Augusta Westland (AW-101) dihentikan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Dimana kasus tersebut merupakan perkara koneksitas antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan TNI.
Menanggapi hal tersebut, Panglima TNI, Jenderal TNI Andika Perkasa, mengatakan pihaknya masih akan menelusuri terlebih dahulu mengenai informasi penghentian kasus tersebut.
“Saya harus telusuri dulu ya. Saya masih orientasi tugas-tugas saya lebih dalam, sehingga masih belum semua hal saya ketahui,” ujarnya di Jakarta, Selasa (28/12/2021).
Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan meski kasus tersebut dihentikan oleh Puspom TNI, namun penanganan kasus tersebut di KPK masih tetap berjalan.
Sebagaimana diketahui, Puspom TNI telah menetapkan lima orang tersangka, di antaranya Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Kolonel Kal FTS SE; Pejabat Pembuat Komitmen dalam pengadaan barang dan jasa, Marsekal Madya FA; pejabat pemegang kas, Letkol (Adm) WW; Kemudian staf pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni pembantu Letda SS, dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda SB.
“Tadi masalah helikopter AW-101 koordinasi terkait masalah atau informasi yang berhubungan dengan pihak dari TNI sudah dihentikan proses penyidikannya,” ujar dia.
Menurut Setyo, KPK menjerat satu orang tersangka dari pihak swasta yakni Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh. Dimana perusahaan tersebut merupakan pemenang lelang proyek pengadaan helikopter AW-101.
“Bagaimana dengan penanganan tersangka AW-101 yang ada di sini, yang pihak swastanya. Untuk saat ini prosesnya masih jalan,” kata dia.
Awal tahun 2022, lanjut dia, pihaknya bakal melakukan koordinasi kembali terkait penanganan kasus ini. Sebab sebelumnya KPK telah mengundang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) namun tertunda akibat fokus pada kasus 15 tersangka di Kabupaten Muara Enim.
“Sebenarnya kita sudah akan mengundang pihak BPK, tapi ada kendala, antara lain melakukan tugas ke luar kota, waktu itu fokus untuk yang 15 tertangkap Muara Enim, sehingga akhirnya kegiatan koordinasi tertunda,” katanya.
“Saya yakin beberapa hari ke depan mungkin di awal tahun 2022, koordinasi akan segera ditindaklanjuti dengan BPK untuk semakin memperjelas kira-kira apa saja yang masih kurang atau dibutuhkan oleh para pihak auditor,” Setyo menambahkan.
Sekadar diketahui, perkara ini berawal ketika TNI AU membeli satu helikopter AW-101 pada 2016. Padahal, pembelian itu sempat ditolak oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan alasan perekonomian. Dalam kasus tersebut, diduga terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 224 miliar.